Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Sebab dengan inflasi tinggi bisa menguras daya beli kelompok menengah bawah, termasuk implikasi dari naiknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kemudian volatilitas nilai tukar dan kenaikan suku bunga juga akan membuat biaya pinjaman pengusaha lebih mahal lagi di tahun depan.
Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, keluarnya Indonesia dari krisis ekonomi perlu dilihat dari sosial ekonomi seperti tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Ia mencontohkan, angka pada Agustus 2021 mencapai 6,49%, angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran sebelum pandemi yang mencapai 5,28% (Agustus 2019).
“Kondisi yang sama juga dapat dilihat angka tingkat kemiskinan. Hal ini artinya apa? Kondisi ketenagakerjaan di dalam negeri belum kembali seperti sebelum pandemi, masih ada tenaga kerja yang belum terserap kembali ke pasar tenaga kerja,” tutur Yusuf.
Baca Juga: BSI Siapkan Aksi Korporasi pada Tahun Depan, Begini Rekomendasi Saham BRIS
Selain itu, Yusuf bilang, kenaikan ekspor juga belum sepenuhnya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengurangan pengangguran. Lebih jauh, Ia memang sepakat bahwa rendahnya keterkaitan rantai pasokan manufaktur global, menjadi berkah ketika krisis Covid-19 terjadi.
Akan tetapi, menurutnya hal tersebut juga yang akhirnya meninggalkan pekerjaan rumah setelah krisis, mengingat keterkaitan rantai pasok global merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh dalam upaya mendorong kembali proses reindustrialisasi sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di atas 5% di kuartal IV 2021, atau ada di kisaran 6%-7%.
Ke depan, Yusuf memperkirakan dalam jangka pendek prospek ekonomi masih akan dibayangi oleh pandemi Covid-19 terutama oleh varian baru, sehingga upaya mitigasi di awal menjadi penting dalam menjaga target pertumbuhan ekonomi jangka pendek (2022 dan 2023).
Sementara, untuk jangka menengah panjang, prospek perekonomian akan ditentukan oleh kemampuan pemerintah untuk menjalankan reformasi struktural diantaranya dengan meningkatkan kualitas SDM manusia melalui peningkatan pendidikan dan juga skill tenaga kerja dan juga upaya melakukan reindustrialisasi melalui campuran kebijakan antara fiskal, moneter dan juga sektor riil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News