Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk menyelamatkan anggaran negara menjadi hal mutlak yang perlu dilakukan pemerintah. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengakui apabila BBM dinaikkan, maka hal itu akan sangat membantu beban anggaran.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKF Andin Hadiyanto mengatakan BKF sudah melakukan kajian mengenai kenaikan BBM. Semakin besar kenaikan yang dilakukan maka akan semakin baik untuk anggaran.
Untuk anggaran tahun ini, apabila dilakukan kenaikan Rp 1.000 maka akan tejadi penghematan per bulannya sebesar Rp 3,5 triliun-Rp 4 triliun. Dalam setahun paling tidak akan ada penghematan senilai Rp 40 triliun. Apabila dilakukan kenaikan Rp 2.000 akan terjadi penghematan Rp 80 triliun dan berlaku seterusnya.
Selain urusan penghematan anggaran, menaikkan harga BBM bersubsidi akan membuat jarak antara bensin premium dan pertamax semakin dekat. "Dengan jarak semakin dekat maka masyarakat akan sekalian beli pertamax saja," ujar Andin di Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (26/8).
Memang, Andin mengakui dengan menaikkan BBM akan ada dampak jangka pendek yang di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi akan lebih tersendat dan inflasi meninggi. Perhitungan BKF, apabila ada kenaikan harga BBM Rp 1.000 maka akan terjadi inflasi sekitar 0,5%-1%.
Tentu kenaikan inflasi akan tergantung pada periode bulan. Maka dari itu, kenaikan BBM hendaknya dilakukan pada periode inflasi rendah yaitu bulan Oktober-November atau Maret-April.
Untuk pertumbuhan ekonomi sendiri tidak bisa dilihat secara tahun per tahun. Pertumbuhan ekonomi harus dilihat secara berkelanjutan.
Efek ganda dari kenaikan subsidi lebih rendah dari efek ganda yang akan tercipta apabila infrastruktur terbangun. Pembangunan infrastruktur akan lebih cepat terwujud apabila dana yang disediakan mencukupi. Nah, dana yang mencukupi dapat terjadi apabila anggaran subsidi BBM dipangkas dengan menaikkan harga.
Asal tahu saja, anggaran subsidi BBM terus membengkak setiap tahunnya. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014, pagu subsidi BBM sebesar Rp 246,49 triliun. Nilai ini kemudian naik Rp 44,62 triliun menjadi Rp 291,11 triliun dalam RAPBN 2015. Kenaikan tersebut berasal dari carry over alis pengalihan subsidi BBM dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru.
Ketika ditanyakan apakah sudah ada pembahasan dengan pemerintahan baru mengenai kajian kenaikan BBM tersebut, Andin mengatakan belum ada pembicaraan. Dalam hal ini pun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum bertemu dengan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan pembahasan masa transisi pemerintahan. "Kenaikan harga juga ada pertimbangan politik," tandasnya.
Pihak Kementerian Keuangan saat ini hanya menyajikan RAPBN 2015 yang bersifat baseline. Apabila memang nantinya akan ada program ataupun kebijakan tambahan, maka akan dilakukan pembicaraan lebih lanjut.
Kemkeu sendiri yaitu BKF sendiri sudah siap dengan berbagai kajian ekonomi, salah satunya kajian kenaikan BBM apabila diperlukan. Adapun SBY sendiri dijadwalkan akan bertemu dengan Jokowi pada Rabu besok (27/8). Pertemuan direncanakan akan berlangsung di Pulau Dewata Bali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News