Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut pemberhentian kepala daerah bukan kewenangan Menteri Dalam Negeri.
Hal itu menanggapi keluarnya Instruksi Mendagri yang menyebut kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan pencegahan penularan virus corona (Covid-19) dapat dikenai sanksi hingga pemberhentian. Feri menilai instruksi tersebut hanya sebagai peringatan.
"Bukan kewenangan Mendagri pula sebagai ujung dari pemberhentian itu," ujar Feri saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (19/11).
Feri menyebut bahwa pemakzulan bisa dilakukan tetapi tidak mudah. Perlu ada tahapan yang harus dilalui dan diakhiri dengan keputusan dari Mahkamah Agung (MA).
Baca Juga: Mendagri bisa berhentikan kepala daerah yang langgar protokol kesehatan
Selain itu, pemberhentian kepala daerah juga harus dibuktikan dengan pelanggaran pasal yang ditujukan. Dalam instruksi Mendagri tersebut aturan perundangan-undangan yang dimaksud adalah Undang Undang mengenai Kekarantinaan Kesehatan.
Meski begitu, Feri bilang pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan juga bisa dikenakan kepada Mendagri bila terbukti menimbulkan dampak kedaruratan kesehatan. Pasalnya kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang tetap dilakukan Indonesia juga dapat melanggar ketentuan tersebut.
"Jika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kena maka Mendagri juga kena karena dia juga melanggar soal kekarantinaan kesehatan," terang Feri.
Asal tahu saja sebelumnya kasus kerumunan di DKI Jakarta menjadi perhatian dalam penanganan Covid-19. Namun, Feri khawatir instruksi Mendagri tersebut berkaitan dengan situasi politik di Jakarta.
Selanjutnya: Kemendagri: Instruksi Mendagri yang bisa berhentikan kepala daerah perlu dibuat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News