Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Biaya investasi atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) di tanah air masih terbilang mahal. Hal ini yang juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjebak di level 5%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ICOR Indonesia pada tahun 2023 mencapai 6,33.
Untuk diketahui, ICOR merupakan salah satu parameter yang dapat menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin kecil angka ICOR, biaya investasi yang harus dikeluarkan semakin efisien juga untuk menghasilkan output tertentu.
Baca Juga: Biaya Investasi (ICOR) Masih Tinggi, Ekonom Sebut Target Ekonomi 8% Sulit Terwujud
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menilai, dengan ICOR yang masih tinggi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi tidak akan terakselerasi.
“Kemungkinan pertumbuhan ekonomi hanya bisa di level 5%,” tutur Eko Kepada Kontan, Minggu (22/9).
Eko menilai, dengan ICOR di level tersebut, target investasi sekitar Rp 1.600 triliun masih cukup realistis. Hanya saja menurutnya, untuk mencapai target tersebut perlu didoorng dengan dukungan anggaran pelaksanaan yang memadai.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai, apabila ICOR Indonesia tidak kompetitif dengan negara di Kawasan Asean yang ICOR-nya di kisaran 4% hingga 5%.
Kondisi ICOR yang masih tinggi tersebut, kata Shinta, akan menghambat investasi yang masuk, dan pada muaranya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sebab, setiap 1% pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) membutuhkan kenaikan investasi 6,8%.
Baca Juga: Jaga Stabilitas Ekonomi Kelas Menengah, Begini Strategi Kemenko Perekonomian
Nah jika pemerintah menargetkan pertumbuhan 6% hingga 7%, maka dibutuhkan rasio investasi terhadap PDB sekitar 41% hingga 47%. Sementara itu, pada 2023 rasio investasi RI baru mencapai 29,9% terhadap PDB.
“ICOR kita masih tinggi, dan kita harus meningkatkan efisiensi. Ini menjadi PR bagi pemerintah untuk membantu biar kita bisa mencapai pertumbuhan yang optimal,” tutur Shinta dalam agenda Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024, Senin (29/7).
Shinta menyampaikan, untuk meningkatkan efisiensi usaha universal, seperti efisiensi biaya keuangan atau suku bunga, biaya kepatuhan atau birokrasi, biaya kepastian hukum, biaya energi, listrik, tenaga kerja dan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News