kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

BI sudah kalkulasi penguatan dollar AS hingga akhir 2018


Selasa, 19 Juni 2018 / 17:58 WIB
BI sudah kalkulasi penguatan dollar AS hingga akhir 2018
ILUSTRASI. Petugas menghitung uang kertas mata uang rupiah


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang menaikkan bunga acuan the Fed bulan ini sekaligus rencana kenaikan bunga the Fed yang lebih agresif, diperkirakan akan berdampak besar pada pergerakan nilai tukar rupiah. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kian memanas pun semakin memperburuk keadaan.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyatakan, bank sentral telah melakukan kalkulasi terhadap kemungkinan penguatan dollar AS terhadap mata uang negara lain hingga akhir tahun ini, sejalan dengan membaiknya perekonomian AS, ataupun adanya isu trade war, isu geopolitik, dan isu lainnya.

"Termasuk potensi Fed Fund Rate naik tiga hingga empat kali di tahun 2018," kata Dody kepada KONTAN, Selasa (19/6).

Lebih lanjut Dody mengatakan, yang paling penting adalah menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil. "Seandainya melemah, dapat terjadi secara wajar dan tidak overshooting jauh dari nilai fundamentalnya," tambah dia.

Selain itu, Dody juga menyatakan bahwa BI akan berupaya agar kepercayaan terhadap rupiah tetap terjaga dengan baik dan tetap positif sebagaimana yang terjadi pada beberapa hari terakhir. Khususnya, sejak kenaikan bunga acuan BI (BI 7-day Reverse Repo Rate) yang terakhir.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara juga mengatakan, BI siap mengambil kebijakan yang lebih kuat terakit suku bunga. Tak hanya itu, kebijakan makroprudensial juga masih akan akomodatif karena ekonomi Indonesia tidak overheating sehingga masih memerlukan kebijakan makroprudensial yang longgar.

"Terkait likuiditas, BI juga akomodatif, yaitu tidak ingin membuat suku bunga pasar uang antar bank dan suku bunga swap naik melebihi kenaikan suku bunga kebijakan BI," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×