Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Langkah Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan alias BI rate sebesar 25 basis poin (bps) bulan Februari ini, ternyata tidak membuat pasar khawatir. Justru, aliran dana yang masuk ke pasar dalam negeri semakin deras saja.
Hal itu terlihat dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun pasar obligasi dalam negeri. Selama bulan Februari IHSG bergerak terus ke atas. Jika pada awal Februari, IHSG berada di level 5.300, menjelang tutup bulan ini sudah berada di level 5.430.
Apalagi, pemerintah mengisyaratkan harapan kuat supaya BI menurunkan bunga acuan. Harapan itu kemudian mendapat sinyal positif dari Gubernur Agus Martowardojo, yang mangatakan keputusan BI rate menunggu realisasi positif perekonomian di bulan Februari.
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih mengatakan, saat ini banyak dana panas yang tersedia di luar. Hal itu karena kebijakan Quantitative Easing (QE) di Eropa dan stimulus Jepang.
Bukan hanya itu, pasar obligasipun mengalami hal serupa. Imbal hasil alias yield surat utang yang diterbitkan pemerintah malah menciut. Tadinya yield obligasi pemerintah lebih dari 8%, kini nilainya sudah mendekati 7%. "Jadi, meskipun suku bunga mengecil, pengaruhnya relatif tidak terasa," ujar Lana, Kamis (26/2).
Justru, ketika BI menurunkan suku bunga, pasar menganggap ekonomi Indonesia memiliki prospek yang positif. Sebab, asumsinya kebijakan itu dengan pertimbangan fundamental ekonomi yang terus membaik. Baik dari sisi inflasi, neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan maupun kondisi fiskal lainnya.
Hanya saja, menurut ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual hal itu belumlah aman. Sebab, apa yang terjadi selama satu bulan ini hanya berdasarkan sentimen semata. Bukan atas dasar perbaikan yang benar-benar terjadi.
Justru, pemerintah harus menjawab sentimen ini dengan realisasi yang seimbang. Diantaranya, perbaikan reformasi struktural, seperti membaiknya neraca transaksi berjalan, berkurangnya impor, yang secara bersamaan meningkatnya impor Indonesia.
Meski demikian, tidak dipungkiri ini merupakan peluang untuk terus menyerap dana asing saat ini. masih ada ruang bagi BI untuk kembali menurunkan BI rate.
Bagi ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko setidaknya space yang terbuka masih cukup lebar. Indikasinya adalah perbedaan tingkat BI rate di Indonesia dan Amerika Serikat yang masih di atas 6%. gap sebesar itu dinilai masih cukup aman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News