kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

BI masih akan lakukan kebijakan ketat


Kamis, 16 Januari 2014 / 16:57 WIB
BI masih akan lakukan kebijakan ketat
ILUSTRASI. Daun Bidara


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Sejumlah lembaga keuangan internasional beberapa hari ini ramai merilis rasa optimisme terhadap perkembangan ekonomi global.

Misalnya, Bank Dunia yuang memperkirakan ekonomi global tahun 2014 akan tumbuh ke level 3,2%, begitupun lembaga dana moneter internasional atau Internasional Monetery Fund (IMF) yang dalam waktu dekat akan merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.

Rasa optimistis juga muncul dari dalam negeri. Sejumlah data ekonomi yang telah dikeluarkan pada bulan Januari 2014 menunjukkan perbaikan. Misalnya data inflasi dan neraca perdagangan yang mengalami perbaikan. Pada bulan November 2013 lalu, neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami surplus sebesar US$ 776,8 juta.

Bahkan Bank Indonesia (BI) tren neraca perdagangan surplus akan berlanjut dan meningkat tipis pada bulan Desember sebesar US$ 785 juta.

Gubernur BI Agus Marto D.W. Martowardojo mengatakan, kondisi ini sejalan dengan harapannya agar defisit neraca perdagangan atau current account deficit (CAD) bisa berkurang menjadi di bawah 3% di kuartal IV 2013.

Namun, meski data-data itu rupanya tidak akan membuat BI merubah arah kebijakan moneter tahun 2014 ini. Agus bilang, ancaman inflasi masih perlu diwaspadai akibat pelemahan nilai tukar di tahun 2103 lalu, yang dampaknya masih bisa dirasakan.

“Secara umum saya lebih cenderung kita dalam kondisi ekonomi yang sama, yang aga ketat,” ujar Agus, Kamis (16/1) di istana negara, Jakarta.

Masa normalisasi

Selain itu, indikator lain yang menjadi perhatian BI adalah dampak kebijakan tapering off yang dilakukan Bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (Fed). Kebijakan The Fed tersebut diyakini Agus akan mendorong kenaikan  imbal hasil atas surat utang alias US treasury yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS).

Hal ini diperkirakan bisa memperkirakan arus modal yang masuk ke Indonesia, sehingga mengancam neraca transaksi modal dan finansial Indonesia. Inilah alasan, mengapa BI masih was-was dengan perekonomian Indonesia, sehingga kebijakan moneter ketat masih diperlukan.

Sementara itu, ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat, saat ini perekonomian Indonesia sedang dalam masa normalisasi, setalah pada tahun 2013 Indonesai melakukan kebijakan fiskal dan moneter yang ketat.

Dalam fase ekonomi seperti itu, david menilai pemerintah dan BI seharusnya melakukan strategi easy moneter. Dimana BI harus menahan kenaikan suku bunga.

David juga bilang periode sekarang ini tidak bisa dibilang mudah bagi Indonesia. Sebab, perekonomian dunia masih dipenuhi ketidak pastian. Begitupun dengan data ekonomi dalam negeri belum benar-benar menunjukan perbaikan. Sebab, CAD masih cukup tinggi meskipun berkurang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×