Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah telah memangkas anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun kebijakan itu ternyata belum bisa menyulut penguatan nilai tukar mata uang Garuda.
Kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis (4/12) menunjukkan, rupiah berada pada level Rp 12.318 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada Rabu (3/12) rupiah pada level Rp 12.295, dan sehari sebelumnya rupiah pada level Rp 12.276.
Terkait pelemahan nilai tukar Rupiah tersebut, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Hendar mengatakan, BI akan tetap menjaga nilai tukar harus sejalan dengan kondisi kebutuhan makro. Kondisi kebutuhan makro yang dimaksud adalah neraca transaksi berjalan yang masih defisit.
Dengan kondisi defisit seperti itu, menurut Hendar, nilai tukar rupiah diharapkan untuk dukung kompetitiveness dari sisi ekspor. Ekspor Indonesia yang didominasi oleh komoditas menyebabkan peningkatan ekspor tidak bisa sepesat yang diharapkan.
Hal ini berarti BI sengaja membiarkan rupiah melemah untuk mendorong ekspor dan meningkatkan impor, Hendar mengaku BI akan tetap menjaga kenyamanan pasar. "Agar rupiah tidak menyimpang dari sisi fundamentalnya. Kita harus menjaga nilai tukar tetap sejalan dengan kebutuhan makro kita," ujarnya, Kamis (4/12).
Selain sisi defisit transaksi berjalan, BI melihat ada sisi lain yang tidak bisa dikontrol oleh BI yaitu sentimen dari pasar global. Sentimen dari pasar global yang didominasi oleh perbaikan ekonomi negara adikuasa Amerika menjadi penyebab yang tidak bisa dihindari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News