Reporter: Herlina KD, | Editor: Edy Can
BOGOR. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memulai audit investigasi pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara pada pekan ini. Kepala Pusat Investasi Pemerintah Soritaon Siregar mengatakan, BPK akan masuk ke kantornya, Senin (18/7) esok.
Audit investigasi yang diminta DPR ini akan berlangsung selama 30 hari kerja. Sebelumnya, proses pembelian 7% saham divestasi Newmont ini dipertanyakan DPR. Pasalnya, proses pembelian yang diduga menggunakan uang negara tersebut belum disetujui oleh DPR.
Bukan hanya itu. Proses pembelian saham yang dilakukan pemerintah pusat ini diprotes Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat. Kedua pemerintah daerah menilai pembelian saham tersebut tidak sesuai bertujuan mensejahterakan warga lokal.
Proses divestasi itu sendiri sudah selesai. Hanya saja, peralihan saham ini baru akan resmi jika sudah ada surat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk perubahan struktur permodalan.
Menurut Soritaon, PIP sudah menyiapkan dana segar senilai Rp 3 triliun untuk membayar saham ini. "Begitu keluar surat EDSM dan BKPM, kami akan transfer dana US$ 246,8 juta ke Newmont," ungkapnya.
Kementerian Keuangan sudah melayangkan tiga surat ke Kementerian ESDM pembelian saham tersebut. Namun, hingga saat ini, Kementerian ESDM belum menjawabnya. "Jadi kalau ditanya realisasnya, kami masih menungggu Menteri ESDM mengeluarkan surat ke BKPM," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
Dari 7% saham ini, rencananya pemerintah akan memberikan 25% nya atau 1,75% saham kepada pemerintah daerah. Soritaon bilang, saat ini PIP baru akan melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah.
Yang jelas, Soritaon bilang nantinya PIP akan meminjamkan dana pembelian 1,75% saham ini kepada pemerintah daerah. Pinjaman ini akan dibayar dengan deviden selama 13 tahun deviden. "Jadi selama 13 tahun, deviden itu 90% untuk membayar utang ke PIP, dan 10% nya diambil oleh Pemda," ungkapnya.
Pemerintah juga telah meminta BPK mengaudit pembelian 24% saham yang dilakukan pemerintah daerah. Pemerintah menduga pembelian saham tersebut bermasalah lantaran pemerintah daerah tidak punya uang untuk membeli saham tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News