Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) menolak keinginan PT Aryaputra Teguharta (APT) agar transaksi saham PT BFI Finance Tbk (BFIN) dihentikan sementara (suspensi). Pasalnya permintaan APT tidak memenuhi ketentuan suspensi saham sebuah entitas yaitu keberlangsungan usaha (going concern) yang terganggu. Proses hukum juga belum berkekuatan hukum tetap (inkracht).
I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan, bursa punya tahapan dan pertimbangan dalam melakukan suspensi atas suatu efek bersifat ekuitas terutama saham.
”Jadi kalau bursa melakukan suspensi berarti kan suspensi atas semua saham yang ada di perusahaan tersebut. Itu bisa kita lakukan kalau ada (gangguan terhadap) going concern sebagai entitas,” kata Nyoman, Kamis (29/11).
Sedangkan perkara hukum yang sedang dijalankan BFI Finance atas klaim kepemilikan saham oleh APT dipastikan tidak mengganggu going concern. ”Sekarang saya tanya, yang sebagian kecil (porsi saham yang diklaim) itu adalah yang bisa mengganggu going concern entitasnya atau tidak? Yang berperkara kan tidak merepresentasikan semua (pemilik saham BFIN),” imbuh Nyoman.
Sekalipun terdapat argumen bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bisa memengaruhi aspek legal, kata Nyoman, perlu dilihat lagi aspek legal yang mana yang terdampak. Sejauh ini belum ada tanda potensi mengganggu keberlangsungan usaha perusahaan pembiayaan itu. Terlebih BEI adalah tempat yang memfasilitasi semua pihak.
Jika suspensi dilakukan maka ada pihak lain yang jumlah dan kepemilikan sahamnya lebih besar pada perusahaan yang sama menjadi korban. Kemudian jika difokuskan pada porsi saham dimaksud sesuai dengan klaim APT agar kemudian disuspensi, pertanyaannya adalah itu saham yang mana, atas nama siapa, dan disimpan di mana.
“Jadi apa dasarnya minta Bursa melakukan suspensi?” tegas Nyoman.
Itu sebabnya, BEI lebih memilih untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menyelesaikan proses hukum. Proses hukum belum selesai karena masih ada upaya pengadilan lanjutan yaitu Banding di PTUN.
”Kami juga pihak yang menunggu (putusan berkekuatan hukum tetap) karena kami juga user (pengguna) dari produk hukum,” papar Nyoman.
Direktur Keuangan BFI Finance Sudjono menegaskan, keberlangsungan usaha Perseroan tidak terganggu atas klaim kepemilikan saham APT tersebut.
"Perusahaan berpendapat bahwa samapi saat ini, perkara ini tidak akan mempengaruhi kegiatan operasional Perusahaan maupun kelangsungan usaha perusahaan secara material," ujarnya dalam keterbukaan informasi ke BEI.
Sudjono juga mengungkapkan bahwa putusan yang dikeluarkan PTUN Jakarta dengan mengabulkan gugatan APT atas dasar pertimbangan APT sebagai pemegang saham di BFI Finance berdasarkan PK MA No. 240 PK/PDT/2006 tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan BFI Finance bahwa Putusan PK tersebut tidak dapat diesksekusi berdasarkan dua Penetapan Ketua PN Jakarta Pusat dan lima Surat Ketua PN Jakarta Pusat.
“Persetujuan dan penerimaan pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar ke Ditjen AHU Kemenkumham bukan merupakan objek TUN, melainkan isinya hanya sebagai surat korespondensi dan bersifat informatif mengacu pada ketentuan perundang-undangan No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas,” katanya.
Belum inkrah
Saat ini BFI telah mengajukan banding sehingga putusan PTUN Jakarta tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah), sehingga putusan dimaksud belum efektif berlaku dan belum dapat dilaksanakan.
Sudjono menjelaskan bahwa sejatinya saham-saham BFI Finance yang diklaim dimiliki oleh APT telah dialihkan berdasarkan Perjanjian Jual Beli Saham kepada publik melalui The Law Debenture Trust Corporation P.l.c.
Hal itu dilakukan dalam rangka restrukturisasi utang BFI Finance kepada para kreditur BFI Finance berdasarkan perjanjian perdamaian tanggal 7 Desember 2000.
Perjanjian Jual Beli Saham tersebut juga telah disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan no.04/PKPU/2000/PN.Niaga.JKT.PST pada 19 Desember 2000.
Pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka eksekusi gadai saham sesuai kesepakatan antara BFI dengan APT berdasarkan Perjanjian Gadai Saham dan RUPS yang telah dihadiri dan disetujui oleh para pemegang saham, termasuk APT sendiri berdasarkan Akta berita Acara Rapat nomor 28 tertanggal 27 Januari 2000 dan nomor 51 tertanggal 22 Agustus 2000, yang keduanya dibuat di hadapan Sutjipto SH Notaris di Jakarta.
Direktur PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Syafruddin mengatakan, pihaknya tidak bisa membatalkan suatu transaksi yang sudah terjadi di pasar modal. Hal itu diungkapkannya terkait dengan klaim kepemlikan saham PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) oleh PT Aryaputra Teguharta.
Menurut Syafruddin, menghalangi perpindahan kepemilikan aset berupa saham yang disengketakan bisa dilakukan KSEI, namun bersifat pencegahan dan melalui mekanisme tertentu.
"Jadi misalnya ada sesuatu (upaya hukum) yang masih belum jelas kemudian ada permintaan melalui pihak berwenang bahwa saham itu tidak boleh ditransaksikan. Nah itu bisa. Tapi harus saat itu juga," ucapnya.
Namun saat terjadi peralihan kepemilikan saham seperti diklaim APT pada 2001, APT tidak melakukan upaya dimaksud. Tidak ada juga penghentian sementara transaksi (suspensi) saham BFI Finance.
Terlebih proses transaksi sudah didahului mekanisme yang sesuai dan diatur dalam regulasi pasar modal maupun Perseroan Terbatas (PT). Maka proses transaksi saham sudah memenuhi prosedur dan sah.
"Kan waktu itu nggak disuspensi juga. Maka transaksi terjadi," terusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News