Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Febrio memaparkan dalam pembiayaan Program PEN pemerintah tetap berhati-hati dengan melihat risiko terhadap makro ekonomi yang ditimbulkan.
Dirinya juga belum bisa memastikan porsi pembiayaan mana yang berasal dari above the line atau below the line. “Di sisi lain BI harus concern terhadap biaya pemulihan ekonomi kalau pemerintah semua tanggung biaya bunga berat juga,” ujar Febrio.
Di sisi lain, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin menilai strategi pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk mendukung Program PEN haruslah prudent dan terukur. Menurutnya, pemerintah jangan mengandalkan utang saja.
Baca Juga: KLHK gandeng Gapki cegah kebakaran lahan dan hutan di areal gambut perkebunan
Sebab, ketentuan Pasal 6 PP 23/2020 memungkinkan pemerintah untuk menggunakan dana yang bersumber dari APBN atau sumber lainnya. Puteri mengatakan pemerintah dapat mengoptimalkan skema pembiayaan non-utang melalui pemanfatan Saldo Anggaran Lebih (SAL_, pos dana abadi, maupun dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU).
“Kalau memang pemerintah akan menerbitkan SBN, tentu harus mempertimbangkan rambu-rambu yang ditetapkan seperti rasio batas utang, disertai dengan efektivitas pengelolaannya,” kata Puteri kepada Kontan.co.id, Rabu (13/5).
Puteri mengimbau agar pemerintah dan lembaga otoritas terkait tetap menerapkan kebijakan tersebut dengan berlandaskan kaidah good governance dan prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas disertai dengan cost and risk sharing. Sehingga tidak menimbulkan moral hazard.
Baca Juga: Pemerintah beri subsidi bunga kredit bank dan multifinance, berikut syaratnya
Program PEN ini, sempat dibahas tertutup dalam Rapat Kerja (Raker) tertutup Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Senin (11/5). Dari draf program PEN yang dihimpun KONTAN di rapat tertutup itu menyebutkan total anggaran Rp 318,09 triliun diperuntukkan bagi sembilan stimulus dalam program PEN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News