kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

BBM naik, jangan jadi alasan kenaikan upah


Rabu, 27 Agustus 2014 / 19:48 WIB
BBM naik, jangan jadi alasan kenaikan upah
ILUSTRASI. Twibbon Milad IMM 2023. 


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Haryadi Sukamdani menilai harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi memang sudah seharusnya dinaikkan. Namun demikian, kenaikan harga BBM tersebut harus disesuaikan dengan laju inflasi.

Jika kenaikannya secara bertahap sesuai laju inflasi, maka daya beli masyarakat tidak akan terganggu. Jika daya beli terganggu, dampaknya akan cukup berat terutama ketika ditanggapi tuntutan kenaikan upah oleh buruh.

Menurutnya, kenaikan BBM tidak boleh diartikan upah buruh harus naik. "Kenaikan BBM bersubsidi tak terhindari, tapi jangan dijadikan aji mumpung buruh menuntut upah," kata Haryadi, Rabu (27/8) di Jakarta.

Namun demikian, Ia menegaskan perdebatan mengenai kenaikan upah akan selalu muncul, mengiringi kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal itu sebetulnya wajar, jika perdebatan dilakukan di tempat yang tepat, yaitu Dewan Pengupahan Nasional.

Disana akan dihitung apakah setiap kenaikan harga BBM bersubsidi akan mempengaruhi komponen hidup layak. Jika pengaruhnya tidak signifikan, maka buruh harus rela upah tidak perlu naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×