Reporter: Agus Triyono, Jane Aprilyani, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah memastikan mengubah sistem penyaluran bantuan sosial (bansos) dari pemberian uang tunai menjadi uang elektronik (e-money). Meski memiliki banyak keuntungan dibandingkan uang tunai, e-money masih memiliki kelemahan yang bisa dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mendapatkan keuntungan.
Menteri Koordinasi bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, menyatakan, perubahan sistem penyaluran bansos akan resmi berlaku mulai bulan ini. Untuk tahap awal, e-money akan berlaku untuk program Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Selanjutnya, e-money juga akan berlaku untuk dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Rencananya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan meluncurkan secara simbolis e-money itu di lima wilayah di Jakarta. Tempat peluncurannya di kantor pos, karena kartu-kartu tersebut akan langsung dikirim ke masyarakat miskin yang sudah terdata. "Dengan kantor pos, kartu-kartu itu bakal lebih cepat sampai ke penerima, sehingga keluarga di Indonesia bisa segera menikmati fasilitas kesehatan hingga pendidikan," kata Puan, Jumat (31/10).
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, menambahkan, pemilik e-money bisa mencairkan bansosnya melalui kantor pos. Ke depan, e-money juga bisa untuk membeli makanan atau pun kebutuhan pokok di toko tertentu. Namun, pemerintah belum memutuskan toko yang bisa diajak kerjasama.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagyo, mengapresiasi perubahan sistem penyaluran bansos ini. Sistem penyaluran bantuan melalui E-money bisa menghilangkan praktik penyunatan dana bantuan oleh oknum di daerah.
Meski begitu, sistem baru ini juga memiliki kelemahan dan memungkinkan sejumlah pihak mendapatkan keuntungan. Saat ini, kantor pos di daerah baru sebatas di tingkat kecamatan. Ini berpotensi menyebabkan antrian dan desak-desakan karena satu kantor pos harus melayani warga satu kecamatan.
Selain itu, dengan dalih mencegah antrian, memungkinkan ada oknum bertindak sebagai koordinator pencairan e-money. Kemudian, oknum itu menarik uang jasa atas pencairan e-money. "Masyarakat miskin di pelosok juga banyak yang belum paham e-money, ini bisa menjadi celah mencari keuntungan bagi oknum tak bertanggung jawab," tandas Agus.
Oleh karena itu, sebelum kemungkinan buruk tersebut terjadi, pemerintah harus gencar sosialisasi. Pemerintah juga harus menyiapkan sistem pengawasan dan penindakan hukum untuk mencegah penyelewengan e-money.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News