Reporter: Yudho Winarto | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. PT Bank DKI tengah tersangkut masalah di Pengadilan Negeri Jakarta. Kali ini, Bank DKI digugat PT Mega Prima Mandiri terkait masalah pemutusan kerjasama penyelenggaraan e-ticketing transjakarta busway.
"Bank DKI memutuskan sepihak perjanjian kerjasama sistem pembayaran e-ticketing transjakarta busway No 75/PKS/DIR/VI/2012 tanggal 6 Juni 2012," kata kuasa hukum Mega Prima, Ronny L.D Janis, Minggu (24/3).
Keputusan sepihak itu membuat Mega Prima mencatat kerugian sebesar Rp14 miliar, dan kerugian imateriil senilai Rp 500 miliar. Kerugian materiil mengacu perhitungan biaya yang telah dikeluarkan dalam pekerjaan e-ticketing transjakarta koridor 6 dan 4
Dalam berkas gugatannya No.60/PDT.G/2013/PN.JKT.PST, Mega Prima menyertakan Unit Pengelola Transjakarta Busway (turut tergugat I), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) (turut tergugat II), dan PT Asuransi Jasa Indonesia (turut tergugat III).
Kasus ini berawal saat Bank DKI ditunjuk menjadi penerbit kartu prabayar transjakarta busway. Selanjutnya, Bank DKI teken perjanjian kerjasama dengan Unit Pengelola Transjakarta perihal penggunaan kartu sekali jalan, kartu multi trip dan kartu Jakcard di sistem e-ticketing.
Saat itu, Bank DKI menunjuk Mega Prima sebagai mitra penyedia sistem e-ticketing transjakarta yang dituangkan dengan perjanjian tanggal 6 Juni 2012. Selain mengatur perihal lingkup pekerjaan e-ticketing, perjanjian ini juga mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Salah satunya perjanjian itu adalah, Mega Prima selaku mitra strategis wajib menyediakan investasi awal sebesar Rp11,5 miliar untuk pelaksanaan satu koridor busway. Sementara itu, Bank DKI membayar pendapatan ke Mega Prima sesuai jadwal.
Mengacu pasal 5, perjanjian itu, maka kerja sama berlaku 10 tahun, terhitung sejak sistem pembayaran e-ticketing pada 11 koridor dinyatakan beroperasi atau akan berakhir 27 Juli 2022. Ternyata, Mega Prima sejak awal telah menyampaikan keberatan terutama menyangkut nilai proyek investasi.
Tetapi akhirnya, perjanjian terpaksa diteken lantaran Bank DKI dinilai telah melakukan pemaksaan kehendak karena waktu itu akan ada pemilihan Gubernur DKI pada Juni 2012. Saat ini, Mega Prima mengaku sudah menyelesaikan pekerjaan e-ticketing di koridor 6 dan 4 dengan total investasi Rp14,9 miliar.
Tak hanya itu, Mega Prima mengaku telah memberikan jaminan pelaksanaan kepada Bank DKI yang disebut Garansi Bank Pelaksanaan No.1972/J.Pel/10/Jkt/2012 tertanggal 24 April 2012 sebesar Rp7 miliar. Namun, tiba-tiba Bank DKI menyampaikan surat pernyataan wanprestasi pada 26 Desember 2012 dan 29 Januari 2013.
Untuk itu, Mega Prima dalam gugatannya meminta Pengadilan menyatakan Bank DKI melakukan perbuatan melawan hukum, dan menghukum membayar bunga atas kerugian sebesar Rp74 juta saban bulannya, sejak gugatan didaftarkan dan membayar kerugian imateriil Rp500 miliar.
Selain itu, menyatakan sah sita jaminan dan pemblokiran atas tanah dan bangunan Bank DKI di Jl. Ir H Juanda III 7-9. Kemudian Garansi Bank Pelaksanaan senilai Rp7 miliar. Terkait gugatan ini, Dirut Bank DKI Eko Budiono membantah tudingan yang disampaikan Mega Prima
. "Yang disampaikan Mega Prima itu tidak benar, dan tidak sesuai isi kontrak yang disepakati," ujarnya. Menurutnya, Bank DKI berpegangan pada perjanjian, sesuai kontrak lelang pekerjaan e-ticketing transjakarta busway.
Rencananya, sidang bakal kembali digelar pada Rabu (27/3) mendatang, dengan agenda pemanggilan para pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News