Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia secara tegas, akan mencabut izin usaha bagi pengusaha batubara, nikel atau tembaga yang tidak melakukan hilirisasi.
“Kalau ada yang main-main, walau senior juga saya cabut izinnya. Ga ada cerita,” tegas Bahlil dalam sambutannya pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) KADIN 2022, Jumat (2/12).
Untuk diketahui, pemerintah saat ini tengah fokus pada pengembangan hilirisasi sumber daya alam (SDA) sebagai nilai tambah bagi penerimaan negara, dan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian Tanah Air.
Bahlil mengatakan, dalam proses hilirisasi banyak pengusaha yang berusaha menghalang-halangi agar proses hilirisasi tidak terjadi secara massif.
Baca Juga: Terkait Isu Resesi Global, Bahlil Bantah Jokowi Berusaha Takuti Masyarakat
Misalnya saja pada hilirisasi Dimethyl Ether (DME) yang merupakan produk hilirisasi batubara. Bahlil juga tidak segan menegaskan kepada pengusaha Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) yang memiliki usaha batu bara, jika tidak turut serta melakukan hilirisasi , maka akan dievaluasi.
“Jadi pak Anindya Bakrie dan pak Arsjad Rasjid (Ketum KADIN) yang punya batu bara, karena sudah diperpanjang PKP2B-nya (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) ini hati-hati kalau kalian tidak bangun hilirisasi , izinnya kita evaluasi,” jelasnya.
Bahlil menjelaskan, saat ini kewajiban perizinan batu bara, tembaga ataupun nikel yang harus melakukan hilirisasi sudah di atar dalam Undang-Undang.
Sebagai contoh, ada kerja sama Proyek kerja sama strategis antara Pertamina dengan PT Bukit Asam Tbk dan Air Product Chemicals, proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan (Sumsel).
“Kita impor setiap tahun LPG 6 juta metrik ton. Dan 6 juta metrik ton yang harganya US$ 900, jual di pasar Rp 5.700 per kg Jadi kita subsidi per 1 jutt hampir Rp 13 triliun. Padahal kita bisa membuat substitusi impor yaitu bikin batu bara rendah kalori DME,” jelasnya.
Baca Juga: Stabilitas Politik Jadi Kunci Pencapatan Target Investasi Rp 1.400 Triliun di 2023
Namun Bahlil menyayangkan, banyak pengusaha yang tidak menginginkan adanya hirilisasi DME ini. padahal menurutnya, dengan adanya hilirisasi tersebut, bisa menghasilkan sebanyak LPG 1,4 juta metrik ton.
“Ini harus bijak kalau saying negara, Maka ke depan hilirisasi tidak ada kata tidak,” tambahnya.
Lebih lanjut, saat ini PT Freeport Indonesia sudah membangun smelter di Gersik, Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA) sudah membangun smelternya di Kalimantan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News