kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45887,73   13,33   1.52%
  • EMAS1.365.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Australia Bakal Batasi Produk Karbon, Potensi Ekspor Indonesia Mulai Terancam


Jumat, 28 Juni 2024 / 20:07 WIB
Australia Bakal Batasi Produk Karbon, Potensi Ekspor Indonesia Mulai Terancam
ILUSTRASI. ekspor Indonesia terancam turun karena penerapan carbon border adjustment mechanism (CBAM) di Australia.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja ekspor Indonesia terancam berkurang akibat rencana penerapan carbon border adjustment mechanism (CBAM) atau pengenaan tarif barang impor yang tinggi emisi karbon di Australia.

CBAM adalah pengurangan emisi karbon dengan menambah tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor ke Uni  Eropa (UE). CBAM  akan mulai  diberlakukan  pada 2026  terhadap  lima produk  utama, termasuk besi dan baja sebagai salah satu produk unggulan Indonesia di pasar UE.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan, beberapa produk yang rentan terdampak CBAM salah satunya adalah baja, aluminium, pupuk, yang mana produk tersebut banyak yang belum memiliki sertifikasi karbon.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total ekspor Indonesia ke Australia mencapai US$ 347,5 juta pada April 2024,atau turun dari bulan sebelumnya sebesar US$ 471,8 juta. 

Baca Juga: Kinerja Ekspor Indonesia ke Australia Terancam Kebijakan CBAM

Komoditas-komoditas ekspor unggulan Indonesia ke Australia terdiri dari barang dari besi dan baja, pupuk, mesin dan perlengkapan elektronik, mesin dan peralatan mekanis, semen dan lainnya.

“Neraca dagang untuk barang setengah jadi bisa terdampak,bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi defisit neraca dagang,” tutur Bhima Kepada Kontan, Jumat (28/6).

Ia memperkirakan, surplus neraca perdagangan Indonesia Bisa berbalik defisit  pasca 2026 setelah CBAM efektif mulai dijalankan pada Januari 2026 mendatang.

Dalam waktu dekat, Bhima menyarankan agar pemerintah segera lakukan intervensi dengan luncurkan peta jalan dekarbonisasi di sektor komoditas yang rentan terdampak aturan tarif karbon.

Hal ini karena perusahaan yang tidak memiliki rencana dekarbonisasi industri. Artinya, masih banyak perusahaan yang menggunakan energi batubara, teknologi yang tidak rendah karbon, hingga belum memiliki ESG.

Menurutnya, jika perusahaan di Indonesia tidak segera dekarbonisasi, maka dipastikan produk unggulan ekspor akan kalah bersaing, bahkan perusahaan Eropa cenderung mengarahkan pasukannya ke negara lain seperti Australia.

“Pasar Eropa bagaimanapun juga merupakan pasar yang penting terutama karena sebagai produsen otomotif combustion engine dan EV premium. Eropa juga dijadikan hub untuk rantai pasok produk Indonesia ke Timur Tengah dan afrika,” kata Bhima.

Selanjutnya: Inflasi AS Mendingin pada Mei, Belanja Konsumen Naik Moderat

Menarik Dibaca: Tips Rumah Bebas Semut ala Gravel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×