kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,12   2,37   0.26%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan sanksi ke pengusaha yang tak beri jamsos dinilai kurang menggigit


Senin, 23 April 2018 / 20:49 WIB
Aturan sanksi ke pengusaha yang tak beri jamsos dinilai kurang menggigit
ILUSTRASI. Target peserta baru BPJS Ketenagakerjaan


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Peraturan Menteri nomor 4 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif Tidak Mendapat Pelayanan Publik Tertentu bagi pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara. Beleid ini mengatur sanksi bagi pemberi kerja yang tidak memberikan jaminan sosial. Namun peraturan tersebut dinilai belum tentu efektif lantaran teknis pengaturan sanksinya tidak menggigit.

Dalam beleid yang diteken Menteri Ketenagakerjaan pada 11 April 2018 itu menyebutkan jaminan sosial yang diatur adalah Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, dan Jaminan Pensiun dan/atau Jaminan Hari Tua. Bagi pemberi kerja yang tak mematuhinya, pemerintah telah mengatur sanksi mulai dari teguran tertulis, denda dan atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. 

Teguran tertulis pertama akan dilayangkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan/atau BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 10 hari. Bila tidak menerima tanggapan, teguran kedua akan dilayangkan dengan jangka waktu sama, yakni 10 hari.

Bila tetap tidak ditanggapi, pemberi kerja akan diberi sanksi denda, dan pada tingkat akhir akan dikenai sanksi administratif tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu. Adapun pelayan publik tertentu didefinisikan sebagai instansi pemerintah, pemda provinsi dan Pemda kabupaten/kota.

Ketua Umum Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) Taufik Hidayat menyambut baik peraturan menteri tersebut. Meski begitu, kata dia sesungguhnya aturan pemberi kerja menyanggupi jaminan sosial sudah kerap diregulasi.

Contohnya pada Peraturan Presiden No.111 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang mewajibkan pendaftaran kepesertaan jaminan kesehatan khususnya bagi BUMN, usaha besar menengah kecil paling lambat 1 Januari 2015. Kemudian juga ada Peraturan Pemerintah No 86 tahun 2013 yang memberi rincian sanksi yang mirip.

"Terbitnya peraturan menteri tersebut harus diikuti dengan penegakan atas aturan sehingga peraturan yang terbit tidak menjadi macan omong dimata badan usaha," jelas Taufik kepada Kontan.co.id, Senin (23/4).

Di sisi lain, Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana menyampaikan kritiknya mengenai pengenaan sanksi dalam peraturan menteri tersebut. "Kalau ada ancaman sanksi dalam peraturan menteri, hal itu menunjukkan komunikasi antara pemerintah dengan dunia usaha tidak lancar dan tidak konstruktif," jelasnya.

Artinya terdapat ketidaksinambungan antara komunikasi pemerintah dengan pengusaha dalam menyusun regulasi. Apalagi, teknis pengadaan sanksi dalam permen tersebut tidak jelas.

"Harusnya sanksi lebih detil, misalkan ada ketentuan pencabutan izin usaha dalam waktu tertentu atau mengatur lebih teknis sehingga mampu mempengaruhi pemerintah dalam mengeluarkan izin," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×