Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran aturan UU Cipta kerja di tahun lalu memang banyak membesut perhatian berbagai kalangan. Namun bagi pemerintah aturan ini bisa menunjang investasi di berbagai sektor.
Tim Serap Aspirasi Lingkungan Hidup, Budi Mulyant menyebutkan banyak sekali tantangan yang dihadapi Indonesia di antaranya angka pengangguran, kemiskinan, serta impor pangan yang masih tinggi. Ia menganggap aturan Cipta kerja dapat mengupayakan penciptaan kerja menjadi lebih terukur.
"Jadi ini mengharmoniskan kebijakan pemerintah di pusat maupun daerah untuk menunjang iklim investasi bagi penciptaan lapangan kerja. Memutus rantai birokrasi mencari izin saja bisa bertahun-tahun, nah ini bisa dipercepat," jelas Budi dalam webinar Katadata dengan tema 'Aturan Turunan UU Cipta Kerja' Rabu, (10/2/2021).
Menurutnya regulasi pelaksanaan UU Cipta Kerja adat 40 RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) dan 4 Perpres (Peraturan Presiden) untuk menampung aspirasi masyarakat dan disampaikan pada pemerintah. Kata Budi, masukan dan aspirasi dari masyarakat sangat beragam sehingga tidak semua diterima. "Masukan dan aspirasi masyarakat kita coba analisis, kualifikasikan, dan pertimbangkan. Ada yang diterima penuh, ada juga yang ditolak, tapi aspirasi sangat penting untuk improvement RPP yang ada," tambahnya.
Direktur Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Ari Sujianto, memaparkan bahwa Peraturan Pemerintah yang diganti merupakan izin lingkungan, pengelolaan kualitas dan pencemaran air, udara, hingga Limbah B3. Maka izin usaha tidak memasukkan persyaratan lingkungan, namun telah tercantum dalam izin lingkungan.
"Pada saat analisis dampak lingkungan, itu melibatkan uji kelayakan. Tidak dengan mengurangi kualitas lingkungan, mengalihkan beban. Serta tetap menjaga standar, integrasi, dan pemahaman konsep," ucap Ari.
Ia menambahkan, UU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan pelibatan masyarakat dalam penyusunan dokumen amdal. Menurut Ari, pelibatan masyarakat dilakukan secara proporsional. “UU Ciptaker memberikan perhatian lebih terhadap kepentingan masyarakat yang terkena dampak langsung dari rencana usaha oleh pemrakarsa kegiatan dengan tetap membuka ruang bagi pemerhati lingkungan dan LSM pembina masyarakat terkena dampak,” ujarnya.
Kata Ari, pengaturan pelibatan masyarakat di luar masyarakat terkena dampak langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Tim Uji Kelayakan (TUK). Dalam UU Ciptaker, dalam penyusunan amdal, masyarakat yang dilibatkan adalah masyarakat yang terdampak langsung dan LSM pembina langsung masyarakat.
Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Nasional, Nur Hidayati, berpendapat bahwa keputusan dalam UUCK tidak melalui partisipasi masyarakat. Akhirnya membuat dampak pada lingkungan di mana masyarakat tinggal. "Kami bisa mengatakan bahwa proses partisipasi itu sangat rendah, non participant karena tidak ada keterlibatan masyarakat, hanya ada pada yang memiliki kepentingan atau substansi," ungkapnya.
Hal tersebut selaras dengan pernyataan Andri. G. Wibisana, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Menurut dia, pemerintah kurang mengontrol izin lingkungan. "Izin dalam bidang lingkungan itu penting untuk mengontrol eksternalitas. Jadi izin lingkungan lebih penting dibanding izin usaha," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News