Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memasukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebagai salah satu isu pokok yang dibahas di dalam Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara No. 4 Tahun 2009 atau RUU Minerba.
Sebagai informasi, berdasarkan draf RUU Minerba pasal 67, pemerintah daerah dapat memberikan IPR kepada penduduk setempat, baik kelompok masyarakat ataupun koperasi.
Masih di pasal yang sama, pemberian IPR kepada kelompok masyarakat dan koperasi memiliki sejumlah syarat, seperti penggunaan peralatan teknis pertambangan yang sederhana serta memiliki kedalaman tertentu yang disesuaikan dengan jenis komoditas pertambangan.
Baca Juga: Ini isu pokok dan pendukung dalam Revisi UU Minerba
Di dalam pasal 68 RUU Minerba juga dijelaskan bahwa luas wilayah satu IPR untuk kelompok masyarakat paling banyak 5 hektare, sedangkan koperasi mencapai 10 hektare. Adapun IPR diberikan untuk jangka waktu maksimal 10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pembahasan IPR dimaksudkan agar kegiatan pertambangan di kalangan masyarakat lokal menjadi lebih eksis lagi.
“Keberadaan IPR sebagai wujud keberpihakan negara kepada rakyat. Tapi ini jangan sampai meleset. Ada IPR tapi yang mengelola orang-orang luar,” terang dia dalam diskusi daring, Rabu (29/4).
Ia melanjutkan, meski berstatus sebagai tambang rakyat, tetap saja tata cara pelaksanaannya harus memakai kaidah tambang yang baik. Laporan mengenai kegiatan pertambangan rakyat pun harus transparan supaya pemerintah tidak memperoleh data cadangan dan produksi minerba yang sifatnya hanya dugaan saja.