kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Aturan direvisi, pemasukan cukai rokok berkurang


Rabu, 11 September 2013 / 10:28 WIB
Aturan direvisi, pemasukan cukai rokok berkurang
ILUSTRASI. Saus masakan yang cocok di berbagai jenis hidangan (dok/Lacademie)


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Tahun ini hampir dipastikan pemerintah bakal kehilangan potensi tambahan penerimaan triliunan Rupiah dari sektor cukai. Hal ini terjadi lantaran pemerintah belum bisa menerapkan aturan baru soal pungutan cukai hasil tembakau yang mengatur penyesuaian besaran cukai perusahaan rokok terafiliasi.

Sejatinya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.78/PMK.011/2013 tentang Penetapan Golongan Dan Tarif Cukai Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Yang Memiliki Hubungan Keterkaitan, sudah disahkan pada 11 April 2013 lalu. Dan seharusnya mulai berlaku pada 12 Juni 2013.

Namun dengan banyaknya protes dan tekanan yang terjadi terhadap aturan tersebut, hingga kini pemerintah belum juga bisa mengimplementasikannya. Padahal pemerintah lewat APBNP 2013 sudah memasukan proyeksi penerimaan tambahan cukai tersebut ke dalam target pendapatan negara.

Belakangan, pemerintah mengaku tidak bisa mulai mengutip cukai perusahaan terafiliasi tersebut dengan tarif baru, lantaran akan ada revisi dari isi PMK.  “Akan ada revisi untuk PMK itu. Jadi sampai sekarang kami belum bisa meng-collect tarif baru di PMK 78 tahun 2013 tersebut," kata Bambang Brodjonegoro,  Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, kemarin (10/9) di Jakarta.

Ia mengakui, ada potensi penerimaan yang hilang dengan langkah ini. Sayangnya ia belum bisa membeberkan berapa total potential lost tersebut.

Untuk diketahui, dalam PMK baru tersebut terdapat potensi kenaikan cukai rokok karena mengatur hubungan keluarga atau terafiliasi dalam industri rokok. Adapun hubungan keluarga yang dimaksud adalah hubungan sedarah dan hubungan kekerabatan dua derajat.

Selain mengatur hubungan keluarga, PMK ini juga mengatur pembatasan hubungan keterkaitan lain, yakni permodalan, manajemen, penggunaan tembakau iris yang diperoleh dari pengusaha pabrik lain yang punya penyertaan modal minimal 10%.

Direktur Pengawasan dan Penindakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Rahmat Subagio menjelaskan, sebenarnya sebelum PMK ini terbit, pihaknya sudah tegas menerapkan PMK Nomor 191/PMK.04/2010 mengenai Hubungan Istimewa Perusahaan Rokok mulai tanggal 23 November 2012. Menurutnya, sejauh ini produsen rokok kerap mengakali pengenaan besaran cukai dengan memecah perusahaannya menjadi perusahaan-perusahaan kecil .

“Kecenderungannya agar tidak melewati ambang atas, akhirnya perusahaan memecah menjadi perusahaan kecil-kecil. Misalnya satu perusahaan tidak boleh (produksi) lebih dari 100 ribu batang atau harus membayar cukai lebih besar karena golongannya naik. Nah agar bisa produksi lebih dengan cukai yang murah, akhirnya mereka bikin perusahaan A, B atau C seterusnya,” ujarnya.

Tahun ini, pendapatan cukai ditargetkan mencapai Rp104,7 triliun atau lebih tinggi 10,2 persen dari realisasi tahun 2012 lalu yang sebesar Rp 90,6 triliun. Proyeksi peningkatan tersebut dikarenakan kenaikan volume produksi cukai hasil tembakau, serta adanya kebijakan penetapan golongan dan tarif cukai hasil tembakau terhadap pengusaha pabrik hasil tembakau yang memiliki hubungan keterkaitan sebagaimana yang diatur dalam PMK No.78/PMK.011/2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×