Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, diskusi seputar utang pemerintah menyeruak. Dalam hal ini, pemerintah dinilai tidak cukup baik dalam mengelola utang.
Diskusi itu termasuk juga soal kepemilikan asing di SBN tradable yang mencapai 40,83% dari total outstanding Rp 2.106,6 triliun. Porsi investor asing yang kian gemuk di SBN ini dinilai berisiko lantaran ketika terjadi capital outflow, imbal hasil surat utang pemerintah bisa melonjak drastis.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Scenaider Siahaan mengakui, memang kepemilikan asing di SBN ini berisiko. Namun, di satu sisi, ada untungnya juga apabila asing melakukan aksi jual.
“Ini juga biar orang jangan takut ya. Kalau makin banyak dimiliki asing itu masalahnya bisa capital outflow. Lalu apa yang akan terjadi? Begitu dia jual, yield kita akan naik. Sebetulnya itu buat investor domestik itu peluang,” kata Scenaider usai mengisi diskusi ILUNI UI di Gedung Rektorat UI Salemba, Jakarta, Selasa (3/4).
Scenaider mengatakan, buat investor, yield naik adalah return. Jadi, kalau yield naik, return-nya juga akan naik.
“Return-nya berarti naik dan mereka akan membeli. investor itu lalu berpikir bahwa rugi juga dia menjual. Akhirnya sekarang mereka tidak jual. Karena kalau dia jual rugi, orang lain yang dapat untung. Jadi sekarang kami lihat itu tidak terjadi,” ucapnya.
Meski begitu, pihaknya juga menyiapkan mitigasi apabila terjadi reversal. Pertama, meminta BUMN untuk membeli itu.
“BUMN akan dapat untung. Kemudian kalau masih masif, pemerintah juga beli, BI beli, BUMN yang masuk bond stabilization framework itu beli. Bahasa sederhananya, di pasar itu tidak ada keuntungan yang gratis,” ujar dia.
Dengan demikian, dalam hal ini, risiko buat pemerintah apabila terjadi kenaikan yield tidak terlalu besar. Sebab, ketika yield naik, investor di pasar akan cepat membelinya.
“Jadi sebenarnya kerugian kita hanyalah karena mereka yang menikmati return-nya. Suatu saat kalau orang Indonesia makin kaya, saving kita makin kuat, mobilisasi dana domestik kita makin kuat untuk membiayai pembangunan. Saya yakin orang Indonesia yang akan beli itu semua. Jadi biarkan saja secara alami,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News