Reporter: Rika | Editor: Edy Can
NUSA DUA. Rivalitas di ASEAN bukan cerita baru. Tapi ini bukan rivalitas antara anggota ASEAN, melainkan justru negara-negara besar yang bertarung memperebutkan peran strategis dalam perekonomian ASEAN. Sekali lagi, pertarungan pengaruh akan berlangsung di East Asia Summit ke-6 di Bali, pada 19 November mendatang.
Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menceritakan, selama ini ASEAN menghadapi dua pilihan dalam kerja sama perdagangan di kawasan Asia Timur. Pilihan pertama adalah mengikuti anjuran China untuk membentuk kerja sama perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) pada negara-negara ASEAN plus Three, yaitu China, Jepang, dan Korea Selatan. Buat China, membatasi FTA pada ASEAN Plus Three akan menguntungkan karena dominasi pengaruhnya akan menjadi lebih besar.
Pilihan kedua mengikuti anjuran Jepang yaitu membentuk kerja sama ekonomi ASEAN dan negara-negara di Asia Pasifik yang lebih luas, dengan judul Comprehensive Partnership in East Asia (CEPEA). Negara-negara itu meliputi Jepang, china, Korea Selatan, India, Selandia Baru, dan Australia.
Namun, kata Iman, ASEAN akan bermain pintar. ASEAN tidak akan memihak siapa-siapa karena keduanya adalah mitra penting bagi ASEAN. Menerima yang satu akan membahayakan hubungan dengan yang lain. Maka itu, pada East Asia Summit mendatang, ASEAN akan mengusung konsep regionalisme terbuka alias open regionalism.
"Konsep ini akan kita bawa di East Asia Summit, yaitu ASEAN plus plus. Bukan plus tiga atau plus 6, tapi kita terbuka bagi negara-negara yang berminat bekerja sama dengan ASEAN. Tentu saja, driver-nya tetap ASEAN," paparnya pekan lalu pada acara Press Briefing ASEAN Business and Investment Summit.
Ahli Hubungan Internasional Universitas Paramadina Dinna Wishnu melihat tidak ada masalah antara kedua pilihan itu maupun usulan ASEAN. Menurut dia, yang harus menjadi perhatian adalah inti ASEAn sebagai lokomotif kerja sama. "Sebagai lokomotif apakah ASEAN sudah cukup kuat? Nanti yang satu menarik ke kanan, yang satu menarik ke kiri. ASEAN akan terjepit karena mereka negara besar dan punya duit," jelasnya.
Adapun untuk Indonesia, Dinna melihat Indonesia masih bimbang dan belum menjalankan politik bebas aktif. Namun, kalau harus memilih, ia menyarankan Indonesia menggondeli ASEAN Plus Three. "Mereka seperti saudara dekat kita, karena investasi, politik dan ekonomi kawasan ini saling terkait," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News