Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Ancaman gagal bayar utang dan resesi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) berdampak pada industri atau perusahaan yang mengekspor barang ke AS di Indonesia.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI), Aziz Pane, terjadi penurunan ekspor hampir 50%.
Aziz mengatakan bahwa ekspor ke AS terganggu karena konsumen menunda untuk berbelanja. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan apakah mereka harus menunggu atau memang karena inflasi sehingga tidak memiliki daya beli.
Baca Juga: AS Diambang Resesi, Industri Berorientasi Ekspor Was-Was
Selain itu, Aziz juga menyebutkan bahwa permintaan tidak seperti biasa sehingga agen atau dealer menunda pesanan barang dari Indonesia.
Aziz menyebutkan bahwa pasar di AS cukup besar dan cukup menguntungkan bagi industri ban Indonesia karena adanya fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), di mana ban-ban tidak dikenakan bea impor yang tinggi.
"Karena Dubes Indonesia di AS mengetahui perlunya GSP ini untuk kepentingan industri Indonesia," kata Aziz kepada Kontan.co.id, Minggu (14/5).
Meskipun demikian, Aziz yakin bahwa pasar di AS akan bangkit lagi pada akhir tahun ini. Dia menjelaskan bahwa di dunia otomotif global, ban produksi Indonesia cukup dikenal karena mengacu pada standar ban Uni Eropa yaitu ETRTO dan juga standar ban di AS yaitu DOT USA.
Aziz juga menegaskan bahwa ekspor kendaraan sering terganggu karena birokrasi dalam negeri, sehingga sering terjadi kemacetan.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Bersiap Mengakhiri Pekan Ini Datar, Jumat (12/5)
Oleh karena itu, APBI meminta kepada Menko Perekonomian melalui Deputi II Musdalifah agar industri ban tidak diganggu dengan berbagai peraturan inward-looking, sementara persaingan global semakin tidak pasti.
APBI menyarankan agar kita perlu berpikir outward-looking dalam menghadapi persaingan global yang sangat kompetitif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News