Reporter: Benedicta Prima | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengeluarkan peraturan menteri keuangan terkait cukai hasil tembakau dan turunannya, salah satunya mengatur industri rokok elektronik (vape).
Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) kecewa dengan pemerintah yang tidak mengajak diskusi sebelum meresmikan aturan yang baru.
"Sebenarnya saya sedikit kecewa karena PMK yang baru ini adalah revisi dari sebelumnya dan dalam aturan yang baru ini saya sebagai asosiasi merasa tidak diajak diskusi untuk perumusanya," ungkap Aryo Andrianto saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (16/12).
Dia menjelaskan seharusnya pemerintah mengajak stakeholder agar peraturan tersebut bisa menampung aspirasi dari perusahaan lokal. Apalagi, Aryo menyebut akan ada brand besar di industri vape yakni JUUL yang akan masuk ke Tanah Air. Aryo khawatir dengan masuknya brand ternama tersebut, pemain lokal akan kalah bersaing.
Meskipun demikian APVI tetap mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. "Tapi kita berdiskusi untuk aturan tambahan yang nantinya akan jadi turunan PMK 156 nya," jelasnya.
Dalam peraturan baru yang berlaku per 1 Januari 2019, pemerintah merinci harga jual eceran (HEJ) minimum. Berikut dengan aturan cukai sebesar 57%.
Di kesempatan yang sama, Raynando Siagian Penasehat APVI mengatakan untuk vape saat ini industri lokalnya / produsen memang baru bergerak di liquid atau cairan pengisi yang sudah bisa dibuat secara lokal dengan kandungan bahan impor dari Amerika Serikat dan Inggris.
Sedangkan untuk cartridge, batang maupun kapsul saat ini belum diproduksi secara lokal. "Saya lihat dari aturan baru ini ada aturan baru untuk cartridge, batang maupun kapsul. Setahu saya hingga saat ini belum ada produk lokal yang bisa membuat itu," jelas Raynando.
Dia juga menambahkan untuk vape, APVI berjuang mengajukan legalisasi memakan waktu tiga ahun hingga akhirnya pihak dirjen bea cukai menerima dan mau mengakui.
"Saya kurang paham untuk mode cartridge, batang dan kapsul ini kok bisa cepat dapat keputusan dari negara yang mengatur mereka, sedang dari industri lokalnya hingga saat ini belum ada yang membuat," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News