Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah Indonesia dan Australia sepakat reaktivasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). Ini demi membangun
kemitraan yang saling menguntungkan (win-win partnership) dengan mengedepankan kreativitas dan inovasi.
Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengatakan, reaktivasi IA-CEPA akan berpijak pada dua prinsip utama. Pertama, IA-CEPA berjalan komprehensif dan memberi hasil maksimal dalam perdagangan barang dan jasa, kerjasama investasi dan ekonomi, serta secara seimbang memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Kedua, kesepakatan ini juga harus dibangun dengan memperhatikan kesepakatan multilateral dan regional, serta perundingan yang sebelumnya telah berjalan antara Indonesia dan Australia.
Secara ekonomi, Indonesia dan Australia dapat saling melengkapi, ditambah lagi dengan kedekatan geografis antara kedua negara. Sebagai tahap awal, kedua negara sepakat untuk saling memberikan hasil yang telah diperoleh dengan adanya perjanjian perdagangan bebas.
Hasil identifikasi awal yang dilakukan tim perunding, meliputi daging dan ternak sapi, keterampilan, jasa keuangan, jasa profesional, makanan olahan, standar makanan dan
obat, pertanian, desain, serta infrastruktur dan pendidikan.
“Hasil identifikasi awal ini menegaskan kembali pentingnya IA-CEPA dan proyek-proyek lainnya yang memungkinkan terbentuk melalui perjanjian-perjanjian yang akan datang,” ujar Thomas, Kamis (17/3).
Kedua negara telah menginstruksikan para pejabat terkait untuk bekerja berdasarkan identifikasi awal. Keberhasilan kerjasama ini akan menjadi platform baru yang membawa Indonesia dan Australia pada hubungan perdagangan yang makin modern dan dinamis.
Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies mengatakan, pemerintah musti hati-hati dalam proses negosiasi. Jangan sampai keputusan yang mengikat tersebut bakal merugikan industri dalam negeri yang telah ada. Pemerintah harus mementingkan nilai tambah di dalam negeri.
Di sektor terigu, Aptindo meminta agar pemerintah tidak meliberalkan tarif impor. Pasalnya selama ini industri terigu dalam negeri telah berkembang cukup baik. Selama ini impor gandum Indonesia dari Australia mencapai 15%-20% dari total ekspor negeri kangguru tersebut. "Sehingga, bila terigu dibebaskan bea masuknya maka industri dalam negeri akan terpuruk," kata Ratna.
Sebagai negara produsen gandum, maka ongkos produksi pembuatan terigu di Australia semakin murah. Hal ini berbeda dengan pengusaha dalam negeri yang harus menanggung beban biaya tambahan untuk transportasinya.
Perundingan IA-CEPA masih terus berlanjut. Putaran ketiga selanjutnya akan dilaksanakan pada awal Mei 2016 di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News