kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Anggota Komisi IX Minta Pencabutan PPKM Harus Dilandasi Kajian Matang


Kamis, 22 Desember 2022 / 22:18 WIB
Anggota Komisi IX Minta Pencabutan PPKM Harus Dilandasi Kajian Matang
ILUSTRASI. Warga melintas di terowongan Kendal, Jakarta, Selasa (5/7/2022). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay menuturkan, rencana pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) harus dilandasi kajian dan analisis yang matang.

Menurutnya, pemerintah diminta untuk menerapkan kebijakan secara arif sesuai dengan kondisi yang ada. Perubahan status PPKM, harus dilandasi oleh analisis dan kajian yang matang.

Pasalnya, kasus Covid-19 belum dipastikan ujungnya seperti apa. Dimana Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum melepas status pandemi secara umum.

"Di berbagai negara, kondisi Covid-19 itu memang berbeda-beda. Ada yang sudah relatif aman, ada juga yang masih terpapar. Masyarakatnya pun menyikapi dengan berbagai cara. Ada yang masih ketat dengan prokes, ada yang sudah longgar, bahkan ada yang sudah tidak memperhatikan lagi soal itu," kata Saleh dalam keterangan tertulis, Kamis (22/12).

Baca Juga: Minta Tak Buru-Buru, Epidemiolog Usul Pencabutan PPKM Dilakukan Pasca Libur Nataru

Meski kasusnya landai, Indonesia mestinya tetap selektif dalam mengeluarkan kebijakan. Pasalnya, kasus Covid-19 masih ditemukan dan masih banyak yang terpapar.

Saleh mengatakan, artinya kalaupun ada kebijakan pencabutan PPKM, harus dibarengi dengan arahan dan himbauan kepada masyarakat. Misalnya, masyarakat diminta tetap menjaga Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS ini diperlukan tidak hanya saat pandemi Covid, tapi di setiap saat.

"Himbauan terhadap PHBS ini bisa dilakukan di tempat kerja, di kampus, sekolah, pasar, rumah ibadah, dan lain-lain. Dengan PHBS, masyarakat diyakini akan jauh dari penyakit. Tidak salah juga jika pemerintah mempromosikannya melalui Germas (gerakan masyarakat hidup sehat). Germas sudah ada sejak lama. Namun, jika PPKM dicabut, intensitas dan intensifikasi germas perlu ditingkatkan," jelasnya.

Menurutnya dalam germas, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan perlu diamplifikasi setiap saat. Termasuk mengingatkan akan bahaya penyakit-penyakit menular yang bisa saja berkembang di masyarakat.

"Ada banyak penyakit menular yang masih tetap berbahaya seperti Covid, HIV, TBC, polio, dan lain-lain. Dengan sosialisasi PHBS ini, ada banyak target yang bisa diperoleh," imbuhnya.

Baca Juga: Bila PPKM Berakhir Tahun Ini, BI: Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa Sekitar 5% pada 2023

Kembali Ia menegaskan, pencabutan PPKM menjadi kewenangan Presiden namun harus tetap diikuti dengan sosialisasi PHBS di masyarakat. PHBS menjadi tindakan preventif bagi penyebaran sebuah penyakit.

"Intinya, silahkan presiden mengambil kebijakan pencabutan PPKM. Namun, harus tetap dibumikan PHBS di tengah masyarakat. PHBS adalah tindakan preventif penting yang biayanya ringan dan masih terjangkau. Apalagi, anggaran kegiatan germas sudah ada di kemenkes. Tinggal dimultifikasi saja di kementerian dan lembaga lain yang terkait," ungkap Saleh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×