Sumber: BBC | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Amsterdam. Pemerintah Belanda menawarkan ganti rugi kepada anak-anak dari warga Indonesia yang dieksekusi oleh serdadu Belanda dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945 hingga 1950. Namun pembayaran ganti rugi ini bakal sulit diajukan karena membutuhkan syarat khusus.
Berdasarkan pemberitaan BBC Indonesia, Pemerintah Belanda menjanjikan ganti rugi sebesar 5.000 euro atau sekitar Rp 86 juta kepada anak-anak yang ayahnya terbukti dieksekusi oleh Belanda pada periode itu.
Kepastian itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Stef Blok dan Menteri Pertahanan Ank Bijleveld, dalam surat kepada parlemen. "Anak-anak yang dapat membuktikan ayah mereka adalah korban dari eksekusi semena-mena sebagaimana diuraikan... berhak mendapatkan kompensasi," kata dua menteri Belanda ini pada Senin (19/10).
Pemerintah Belanda juga tidak akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan pada Maret lalu yang memberikan ganti rugi kepada janda dan anak dari 11 pria yang dieksekusi di Sulawesi Selatan antara tahun 1946 hingga 1947.
Baca juga: Korea Utara dituduh kejam terhadap narapidana, ini kisah yang pernah terjadi
Tawaran ganti rugi dimaksudkan untuk mengakhiri gugatan-gugatan yang berkepanjangan menyusul berbagai kasus yang diajukan oleh anak-anak korban kekejaman Belanda, termasuk dalam peristiwa yang dikenal dengan pembantaian pimpinan Raymond Westerling di Sulawesi Selatan pada tahun 1946 sampai 1947.
Ahli waris yang mengajukan ganti rugi harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain bukti bahwa ayah mereka memang dibunuh dalam eksekusi yang terdokumentasikan dan juga dokumen yang membuktikan mereka anak dari ayah yang dibunuh.
Walhasil, keputusan Pemerintah Belanda ini tidak akan mudah diakses para ahli waris. Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Jeffrey M. Pondaag yang berkedudukan di Belanda, tidak banyak ahli waris yang akan dapat mengakses skema itu karena ganti rugi ini ternyata juga dibatasi oleh masa kedaluwarsa dua tahun sejak kasus terungkap di pengadilan.
"Misalnya anak-anak Rawagede, karena tunduk pada undang-undang kedaluwarsa yang berarti bahwa anak-anak ini harus menuntut pemerintah Belanda setelah kasus Rawagede dimenangkan di pengadilan tahun 2011, jadi batasnya hingga 2013," jelas Jeffrey Selasa (20/10) dari kediamannya di kota Heemskerk, sekitar 21 km dari Amsterdam.
Pada tahun 1947, tentara Belanda membunuh ratusan warga Desa Rawagede. Desa itu sekarang bernama Balongsari di Karawang, Jawa Barat.