Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan target subsidi energi pada tahun 2024 mencapai Rp 189,1 triliun pada tahun ini.
Asal tahu saja, angka itu menjadi alokasi tertinggi sepanjang sejarah belanja subsidi energi yang telah disepakati pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belum lama ini.
Adapun anggaran subsidi energi sebesar Rp 189,1 triliun ini guna mengantisipasi lonjakan anggaran subsidi energi tahun 2024 lantaran mempertimbangkan kenaikan asumsi minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) menjadi US$ 82 per barel.
Baca Juga: Menuju Ekonomi Hijau Bersama Pemerintahan Baru
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pihaknya akan memonitoring perkembangan harga minyak mentah Indonesia yang memengaruhi subsidi energi pada awal tahun ini.
Ia bilang, pihaknya telah memanggil Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengingat BPH Migas akan membuat tarif tunggal atau flat tarif untuk penyaluran bahan bakar minyak (BBM) maupun penyaluran gas.
"Saya minta di exercise, karena kan kalau tarif flat tentu pasti akan ada akibatnya terhadap harga-harga. Jadi ini yang kita juga akan monitor," ujar Airlangga kepada awak media di Jakarta, Senin (19/2).
Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan, kenaikan anggaran subsidi energi pada tahun ini disebabkan oleh dua hal utama.
Pertama, potensi kenaikan harga minyak dunia yang juga akan berimbas ke harga LPG dan harga produksi listrik.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Bakal Revisi Payung Hukum Agar Subsidi Energi Tepat Sasaran
"Jika harga minyak naik dalam ambang batas sekitar 10 persenan, maka subsidi BBM akan naik yang akan merembes ke harga LPG internasional, dan biaya produksi listrik," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Senin (19/2).
Kedua, kenaikan subsidi energi tersebut juga dipengaruhi oleh kenaikan natural permintaan BBM, LPG dan listrik. Permintaan ini utamanya didorong oleh pertumbuhan pengguna BBM terutama kendaraan, pertumbuhan pengguna industri lantaran kenaikan investasi, serta pertumbuhan konsumen listrik.
"Pertumbuhan permintaan ini tentu akan menambah jumlah subsidi energi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News