kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alasan Kadin minta insentif PEN dilanjutkan hingga akhir 2021


Selasa, 15 Juni 2021 / 05:55 WIB
Alasan Kadin minta insentif PEN dilanjutkan hingga akhir 2021


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani berhadap insentif/stimuluss dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dapat dilanjutkan hingga akhir 2021.

Hal tersebut mengingat beberapa jenis program PEN telah habis masa gunanya pada akhir kuartal II-2021 yakni Juni 2021. Misalnya, insentif perpajakan untuk dunia usaha, bantuan sosial tunai, bantuan kuota data internet, bantuan subsidi upah.

Adapun secara umum realisasi anggaran PEN hingga 21 Mei 2021 mencapai Rp 183,98 triliun atau 26,3% dari total pagu Rp 699,43 triliun. Meski begitu, beberapa pagu insentif sudah hampir habis terserap misalnya, insentif perpajakan yang telah mencapai 80% dari pagu sebesar Rp 58 triliun.

Shinta menilai idealnya, insentif atau stimulus ekonomi seharusnya masih diberikan hingga Indonesia sepenuhnya pulih dari pandemi. Masalahnya hingga pertengahan tahun ini ekonomi belum sepenuhnya sehat. Sehingga, Shinta mengatakan insentif PEN yang telah habis perlu dilanjutkan paling tidak hingga akhir 2021. 

Baca Juga: Bidik pertumbuhan ekonomi 7%, ini upaya yang ditempuh pemerintah

Terutama stimulus konsumsi seperti bansos hingga stimulus produktif seperti diskon pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 sebesar 50% atau bea masuk/bea keluar, restrukturisasi utang, hingga suntikan likuiditas kepada pelaku usaha berbagai skala.

“Ini untuk memastikan bahwa proses pemulihan ekonomi yg masih berlangsung akan terus ada pada track/trend pemulihan yang stabil dan tidak berbalik arah crash atau kembali krisis di tengah jalan,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Jumat (11/6). 

Menurutnya, di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa saja tetap melanjutkan stimulusnya di tahun ini. Dus, stimulus tersebut memastikan adanya demand dari dalam negeri yang relatif stabil hingga pasca krisis. 

“Bahkan pada saat ini pun, meski mereka sudah menormalisasi sebagian besar kegiatan ekonomi karena tingkat vaksinasi dan pengendalian pandemi yang lebih baik dari Indonesia, stimulus-stimulus  ekonomi mereka masih akan berlangsung hingga tahun depan 2022 untuk Eropa dan 2023 untuk AS,” ucap Shinta. 

Kendati begitu, Shinta tidak memungkiri dorongan stimulus/insentif tentunya akan berdampak pada daya tahan fiskal. Sebab, tahun 2023 mentang defisit APBN musti di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). 

Baca Juga: Perpanjangan diskon PPnBM akan berdampak positif bagi penjualan mobil

“Ini yang tanda tanya besar bagi pelaku usaha karena saat ini pun pemerintah sudah mengeluarkan sinyal bahwa mereka kesulitan mendanai APBN dan memperluas stimulus yang sudah ada,” ujar Shinta. 

Hal tersebut dilihat dari adanya rencana perubahan skema pajak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga usulan amnesti pajak. Sementara, cadangan devisa turun dan tingkat debt to GDP yang naik signifikan sepanjang enam bulan terakhir.  

“Kalau kita memaksakan peningkatan stimulus ketika kemampuan finansial pemerintah tidak memadai, yang kami khawatirkan adalah gangguan stabilitas ekonomi makro atau krisis kembali. Misal dalam bentuk krisis gagal bayar pemerintah/sovereign debt crisis seperti yg terjadi pada Yunani di 2009. Ini sangat ingin kami hindarkan karena tanpa stabilitas makro yang baik pemulihan ekonomi nasional tidak bisa terjadi,” kata Shinta.

Oleh karenanya, Shinta meminta pemerintah lebih fokus pada penguatan pengendalian pandemi di masyarakat dan fokus mendistribusikan stimulus-stimulus yang sudah dianggarkan.

Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri: Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 5,5%-6% yoy

Akan jauh lebih baik bila stimulus tersebut yang bersifat konsumtif dikonversikan menjadi stimulus yang lebih produktif atau bisa menggerakkan ekonomi masyarakat setempat.

“Misalnya bansos atau relaksasi pemberian kredit untuk usaha kecil menengah, juga khususnya yang ada di sektor-sektor yang masih terkena krisis. Insentif-insentif seperti ini sangat penting untuk menggerakkan ekonomi dalam jangka pendek agar pemulihan ekonomi nasional memiliki trend yang terus stabil,” ujar Shinta.

Selanjutnya: Wika Beton (WTON) raih kontrak baru senilai Rp 1,99 triliun hingga Mei 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×