Reporter: Umar Tusin | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keungan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah sampai akhir Januari 2020 sebesar Rp 4.817,55 triliun, dengan asumsi Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita akhir Januari Rp 15.944,78, maka rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 30,21%. Angka tersebut meningkat Rp 39 triliun dibandingkan posisi Desember 2019 sebesar Rp 4.778 triliun.
Berdasarkan data yang dirilis Kemenkeu, sebanyak 84,4% utang pemerintah berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 4.065,65 triliun, naik dari bulan sebelumnya Rp 4.014,81 triliun. SBN tersebut dibagi atas SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).
Baca Juga: Belanja pemerintah pusat turun 6,2% di Januari, ini penyebabnya
Secara rinci, SBN domestik sebesar Rp 2.990,47 triliun, meliputi surat utang negara sebesar Rp 2.455,15 triliun dan surat berharga syariah negara sebesar Rp 535,31 triliun. Sedangkan, SBN valas sebesar Rp 1.075,19 triliun, meliputi surat utang negara sebesar Rp 867,52 triliun dan surat berharga syariah negara sebesar Rp 207,66 triliun.
Sementara, sebanyak 15,61% utang pemerintah berasal dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Pinjaman dalam negeri meningkat menjadi Rp 9,56 triliun dari bulan sebelumnya sebesar Rp 8,38 triliun.
Sedangkan pinjaman luar negeri mengalami penurunan menjadi Rp 742,34 triliun dari Desember 2019 yang sebesar Rp 755,41 triliun, atau turun Rp 46,32 triliun secara tahunan atau year on year (yoy).
“Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk lebih mengutamakan utang domestik dibandingkan dengan pinjaman luar negeri sesuai yang digariskan dalam strategi pembiayaan jangka menengah,” tulis Kemenkeu dalam laporan APBN KiTA yang dikutip Kontan.co.id, Jumat (21/2).
Dalam hal ini, pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral sebesar Rp 289,07 triliun, multilateral sebesar Rp 414,86 triliun, dan commercial banks sebesar Rp 38,41 triliun.
Selain itu, saat ini pemerintah tengah mengimplementasikan strategi frontloading dan oportunis dalam melakukan pembiayaan utang, yaitu dengan memanfaatkan kondisi pasar yang kondusif dan sentimen positif dari investor, serta didukung oleh kebijakan moneter akomodatif baik domestik maupun global.
Baca Juga: Januari 2020, APBN defisit Rp 36,1 triliun
Strategi tersebut diwujudkan salah satunya melalui penerbitan SUN dalam dua mata asing pada pertengahan Januari tahun 2020, yaitu US$ 1,2 miliar untuk jangka waktu sepuluh tahun, US$ 0,8 miliar untuk jangka waktu 30 tahun, dan EUR 1 miliar untuk jangka waktu tujuh tahun.
Hasilnya, pemerintah sukses memperoleh kupon terendah di pasar penerbitan SUN dalam mata uang USD dan Euro di tengah penguatan suku bunga dan credit spread di Amerika Serikat setelah diumumkannya kesepakatan perdagangan fase satu antara Amerika Serikat dan China di bulan Desember, yaitu masing-masing 2,88% untuk SUN denominasi dolar AS bertenor 10 tahun, 3,55% untuk SUN denominasi dolar AS dengan tenor 20 tahun, serta 0,95% untuk SUN denominasi euro dengan tenor 7 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News