kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akademisi UGM berharap UU Cipta Kerja bukan sekedar jadi macan kertas


Selasa, 17 November 2020 / 18:45 WIB
Akademisi UGM berharap UU Cipta Kerja bukan sekedar jadi macan kertas
ILUSTRASI. Sejumlah buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) melakukan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (16/11/2020).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akademisi dan Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Tajuddin Noer Effendi berharap agar implementasi UU Cipta Kerja dapat terlaksana dengan baik.

"Semoga undang-undang Cipta kerja ini tidak hanya menjadi macan kertas, jadi benar-benar diimplementasikan dengan baik dan tentunya Perpres dan sebagainya bisa memasukkan unsur-unsur yang bersifat teknis dalam pelaksanaannya," jelas Tajuddin saat Diskusi Virtual UGM bersama Dewan Pakar Kagama tentang telaah UU Nomor 11 tahun 2020, pada Selasa (17/11).

Tajuddin berharap agar nasib repelita di zaman order baru tak terulang dalam implementasi UU Cipta Kerja. "Saya kuatir, kita kan dulu punya repelita sekian buku dipajang tapi tidak pernah diimplementasikan," ungkapnya.

Maka besar harapannya agar omnibus law tersebut dapat diimplementasikan dengan baik ke depan hingga mampu membawa Indonesia menjadi negara maju di 2040 mendatang. Dari ruang lingkup UU Cipta Kerja sendiri dinilai merupakan upaya membentuk ekosistem investasi.

Baca Juga: Kendalian impor komoditas pertanian strategis, ini usul Kementan

Lebih lanjut dijelaskan bahwa adanya UU Cipta Kerja dinilai terlambat. Tajuddin menyebut harusnya aturan tersebut sudah ada sejak 20 tahun lalu.

Dengan adanya bonus demografi yang dimiliki Indonesia, maka UU Cipta Kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja sebesar mungkin.

Hingga nantinya mengantarkan Indonesia menjadi leading di Asia Tenggara, dimana saat ini kondisi negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand sudah masuk masa transisi demografi tahap empat dimana terjadi penurunan kelahiran dan pertambahan usia tua.

"Saya secara positif mengatakan bahwa ini akan terjadi lompatan yang luar biasa mudah-mudahan ini tidak ditolak oleh MK. Kalau ditolak MK maka transformasi itu tidak akan terjadi maka kita akan mengalami proses yang pernah terjadi selama 20 tahun lalu," imbuhnya.

Baca Juga: Cegah korupsi di daerah, seluruh perizinan berusaha akan via online

Adapun terkait kontroversi dari klaster Ketenagakerjaan yang ramai dibahas. Tajuddin mengambil contoh pada aturan mengenai tenaga kerja asing (TKA) bahwa pada UU Cipta Kerja justru dibuat lebih ketat.

"Katanya TKA akan lebih mudah masuk, undang-undang itu ada memberikan peluang kepada TKA itu tidak benar karena dipasal itu saya membaca dan mencari ternyata lebih ketat pekerja asing untuk masuk ke Indonesia, bila dibandingkan dengan undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003," jelasnya.

Kemudian terkait pengupahan, jika nanti transformasi sudah dilakukan Tajuddin menyarankan agar dasar pengupahan buka lagi berdasarkan pada upah minimum. Upah minimum disebut hanya sebagai batas upah bawah. Ke depan perlu ditetapkan dasar pengupahan pada collective bargaining yang menekankan pada kompetensi si pekerja.

"Kita akan bergerak pada transformasi yang akan lahirkan tenaga terampil maka ukurannya bukan upah minimum tapi kompetensi. Dengan demikian tahun 2045 Indonesia jadi negara maju dan bisa disegani dunia. Dan tenaga kerja kita jadi tenaga ahli yang tersebar di global," ungkap Tajuddin.

Selanjutnya: Pemerintah siapkan konsultasi publik aturan turunan UU Cipta Kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×