kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Airlangga Hartarto: Pembangunan Giant Sea Wall Butuh Biaya Sekitar Rp 164,1 Triliun


Rabu, 10 Januari 2024 / 15:26 WIB
Airlangga Hartarto: Pembangunan Giant Sea Wall Butuh Biaya Sekitar Rp 164,1 Triliun
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di sela?Seminar Nasional Pembangunan Tanggul Laut di Jakarta, Rabu (10/1/2024).


Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Proyek tanggul pantai dan tanggul laut (Giant Sea Wall) hadir guna memitigasi penurunan permukaan tanah antara 1-25 cm per tahun hingga menyebabkan banjir rob di kawasan utara Pulau Jawa, dari barat hingga timur. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan estimasi total kebutuhan anggaran pembangunan Tanggul Laut dan pengembangan kawasan serta penyediaan air baku dan sanitasi adalah sebesar Rp164,1 triliun. 

"Dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian PUPR, estimasi kebutuhan anggaran pembangunan tanggul laut dan pengembangan kawasan serta penyediaan air baku dan sanitasi adalah sebesar Rp164,1 triliun," kata Airlangga dalam acara Seminar Nasional Pembangunan Tanggul Laut, di Kempinski Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (10/1).

Baca Juga: Realisasikan Giant Sea Wall, Menhan Bangun Pilot Project Rumah Panggung dan Apung

Menurutnya, pembangunan tanggul raksasa itu sangat penting lantaran pada Tahun 2020 menunjukkan bahwa Kawasan Pantura Jawa menyumbang sekitar 20,7 persen GDP Indonesia melalui kegiatan industri, perikanan, transportasi, dan pariwisata.  

"Di samping itu, wilayah Pantura Jawa juga merupakan tempat tinggal penduduk yang cukup padat, dengan estimasi jumlah penduduk lebih dari 50 juta jiwa," ujar dia.

Pasalnya, ancaman Land Subsidence dan fenomena banjir Rob yang terjadi di Kawasan Pantura Jawa tidak hanya membahayakan keberlangsungan aktivitas ekonomi dan aset infrastruktur ekonomi nasional di wilayah tersebut.

"Tetapi juga kehidupan jutaan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut yang berpotensi dapat terkena dampak bencana," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo menjelaskan skema pembiayaan tanggul raksasa tersebut.

Kata dia, tidak hanya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Melainkan, skema Public-Private Partnerships (PPP) atau skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang berdasarkan pada kerja sama antara Pemerintah dan badan usaha (swasta).

"Nah itu nanti yang akan dikaji lebih lanjut dan jangan sampai nanti membebani APBN dengan adanya ada tanah-tanah timbul tadi bisa bekerja sama dengan swasta untuk bangun pemukiman baru atau bangun kegiatan baru dan bandara baru dan dari sanalah pendanaannya," ujar Wahyu.

Baca Juga: Giant Sea Wall Butuh Biaya Besar, Pengamat Usulkan Reforestasi Mangrove

Adapun dalam membangun Giant Sea Wall berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian PUPR, terdapat 3 (tiga) tahapan pembangunan Tanggul Laut Pulau Jawa yang akan dikerjakan, di antaranya: 

- Fase A ialah pembangunan Tanggul Pantai dan Sungai, serta pembangunan sistem pompa dan polder di wilayah Pesisir Utara Jakarta. Untuk Fase A saat ini sedang dikerjakan oleh Pemerintah melalui Kementerian PUPR bersama-sama dengan Daerah dengan anggaran Rp 16,1 triliun yang berasal dari Kementerian PUPR Rp 10,3 triliun dan Pemprov DKI Jakarta Rp 5,8 triliun.

- Fase B melalui pembangunan Tanggul Laut dengan konsep terbuka (open dike) pada sisi sebelah Barat Pesisir Utara Jakarta yang harus dikerjakan sebelum tahun 2030 dengan asumsi penurunan tanah/land subsidence tidak dapat dihentikan dengan rincian pembangunan tanggul dan jalan tol sebesar Rp91 triliun dan pengembangan lahan sekitar tanggul sekitar Rp57 triliun. Sehingga total anggarannya sebesar Rp148 triliun.

- Fase ketiga atau yang terakhir, yakni Fase C dilakukan dengan Pembangunan Tanggul Laut pada sisi sebelah Timur Pesisir Utara Jakarta yang harus dikerjakan sebelum tahun 2040. Apabila laju penurunan tanah/land subsidence tetap terjadi setelah tahun 2040, maka konsep Tanggul Laut Terbuka akan dimodifikasi menjadi Tanggul Laut Tertutup. Untuk fase ini belum ada proyeksi kebutuhan anggaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×