kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.390   -124,00   -0,75%
  • IDX 6.902   115,25   1,70%
  • KOMPAS100 1.002   21,66   2,21%
  • LQ45 770   16,04   2,13%
  • ISSI 224   3,06   1,39%
  • IDX30 399   8,14   2,08%
  • IDXHIDIV20 465   8,19   1,79%
  • IDX80 112   2,26   2,05%
  • IDXV30 114   0,75   0,66%
  • IDXQ30 129   2,74   2,18%

Aduh, kantong pemerintah mulai kering


Jumat, 06 November 2015 / 11:05 WIB
Aduh, kantong pemerintah mulai kering


Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika, Muhammad Yazid | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Ibarat terkena dampak El Nino, isi kantong pemerintah juga terancam kering kerontang. Sebab, jumlah pemasukan jauh di bawah pengeluaran pemerintah.

Mari kita simak catatan keuangan pemerintah. Sampai September 2015, realisasi pendapatan dan hibah Rp 989,9 triliun. Di sisi lain, belanja negara sudah mencapai Rp 1.248,9 triliun. Alhasil, ada kekurangan anggaran atau defisit senilai Rp 259,2 triliun.

Pemerintah menutup defisit itu dengan utang. Tahun ini, target utang adalah senilai Rp 222,5 triliun. Persoalannya, sampai September 2015, pemerintah tengah berutang (gross) senilai Rp 263,8 triliun atau setara 118% dari target utang tahun ini.

Hitung punya hitung, pemerintah hanya memiliki sisa anggaran arus kas (cash flow) sekitar Rp 4,6 trilliun. Nilai itu jauh di bawah normalnya yang rata-rata berada di angka Rp 20-an triliun.

Cekaknya keuangan pemerintah itulah yang mulai memicu kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden pun memanggil Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito, Rabu (4/11).

Maklum, sumber utama cekaknya anggaran pemerintah bersumber dari melesetnya penerimaan pajak. Sigit menyatakan, Presiden Jokowi memang mengkhawatirkan posisi arus kas pemerintah serta rendahnya penerimaan pajak.

Data terbaru Ditjen Pajak menunjukkan, per 4 November 2015, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 774,5 triliun atau 59,8% dari target. Angka ini juga lebih rendah 0,23% dibandingkan dengan penerimaan pada periode yang sama tahun lalu.

Setoran pajak minim karena penurunan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 2,51% menjadi Rp 312 triliun. Selain itu, PPh migas juga turun 41,3% menjadi Rp 43,8 triliun.

Satu-satunya penolong penerimaan pajak yaitu dari PPh non migas yang tumbuh 10,60% menjadi Rp 400,4 triliun.

Lalu bagaimana pemerintah akan menutupi belanja di akhir tahun? Sigit berjanji akan mengejar penerimaan pajak hingga Rp 300 triliun dalam dua bulan terakhir ini supaya kekurangan penerimaan pajak (shortfall) tidak melebihi angka Rp 160 triliun.

Jumlah itu, menurut Sigit, berasal dari penerimaan bulan November sebesar Rp 80 triliun dan bulan Desember 2015 sebesar Rp 100 triliun. "Selebihnya senilai Rp 120 triliun dari reinventing policy," ungkap Sigit, Kamis (5/11).

Menko Ekonomi Darmin Nasution menyatakan, posisi cash flow ini memang masuk perhatian serius pemerintah dan akan dituntaskan secepatnya. "Kami memastikan cashflow tetap aman hingga akhir tahun," tandas Darmin.

Pengamat Ekonomi, Eric Sugandhi, menyatakan, rendahnya posisi cash flow pemerintah ini sebenarnya belum mengkhawatirkan. Toh, saat ini belanja pemerintah relatif lambat sehingga masih memiliki cukup uang.

Ekonom yang lain, Lana Soelistyaningsih, menilai, pemerintah memiliki opsi untuk mengatasi kekeringan cash flow itu, misalnya, dengan menarik utang siaga. Persoalannya, pemerintah harus hati-hati karena bunga utang akibat kepepet acap mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×