Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. 11 November 2009. Selama seratus hari ke depan pemerintah akan membuat tiga draft aturan seputar masalah agraria. Tiga aturan itu adalah, pertama, RUU Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum. Kedua, Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 1998 tentang Penertiban Tanah Terlantar. Ketiga, membuat rancangan PP yang baru tentang Reforma Agraria.
Pembahasan ini akan dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional, Kantor Menko Perekonomian dan Kadin Indonesia. "Kami berjanji akan melibatkan juga masyarakat," kata Asisten Deputi Urusan Perumahan Kementerian Koordinator Perekonomian Wahyu Utomo dalam diskusi publik "Masa Depan Pembaruan Agraria pada Pemerintahan SBY-Boediono", di Jakarta Media Center, kemarin (11/10).
RUU Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum akan memuat penyediaan lahan untuk investasi di berbagai proyek infrastruktur. Dalam acara Rembuk Nasional bulan lalu, permintaan lahan yang terbesar berasal dari proyek jalan tol. Rencananya, RUU ini akan dibahas di DPR pada tahun 2010. "RUU ini harus mampu menyediakan tanah untuk kepentingan umum. Harus kita carikan," tambah Deputi III Badan Pertanahan Nasional Yuswanda Temenggung.
PP tentang Penertiban Lahan Terlantar diperkirakan akan mengatur sekitar 7,13 juta hektare tanah yang tidak terurus. "Itu baru potensi," kata Yuswanda. Adapun PP reforma agraria akan mengatur secara teknis pelaksanaan reforma agraria di Indonesia. Menurut Yuswanda, program reforma agraria sudah menjadi mendat UU dan Ketetapan MPR. Namun ditingkat teknis belum ada aturannya. "Seperti apa teknisnya, itu yang sedang kami bahas," kata Yuswanda.
Kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat meminta (LSM) pemerintah agar tidak hanya menyediakan lahan untuk pengusaha, tetapi juga menyediakan lahan untuk rakyat dalam bentuk reforma agraria. "Sebagian besar tanah di republik ini dikuasai oleh korporasi dan negara, sebagian besar rakyat tidak memiliki tanah," kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Idham Arsyad.
Bagi LSM pertanahan ini, pemerintah Indonesia telah lama berjanji melakukan reforma agraria, namun sejak pemerintah orde baru sampai sekarang tidak dilaksanakan. "Kita ketinggalan dengan Jepang dan Korea yang sudah duluan melaksanakan reforma Agraria. Mereka sudah maju. Tapi Indonesia, ketika kita mengingatkan reforma agraria yang sebenarnya, kita dicap gerakan kiri," kata Iwan.
Dalam diskusi tersebut, Wahyu menegaskan rencana pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tidak jadi dilaksanakan. Usulan yang berasal dari para pengusaha Kadin itu tidak memuat unsur mendesak yang menjadi syarat utama penerbitan Perpu. "Dalam kajian kami itu tidak mendesak, akhirnya diputuskan tidak jadi," kata Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News