kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada PP 109/2021, PPATK berharap tingkat kepatuhan pihak pelapor meningkat


Rabu, 03 November 2021 / 10:43 WIB
Ada PP 109/2021, PPATK berharap tingkat kepatuhan pihak pelapor meningkat
ILUSTRASI. Petugas kepolisian menunjukkan sejumlah barang bukti saat rilis kasus penipuan daring jaringan internasional di Polda Sulsel, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (4/1/2019). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/wsj.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Beleid tersebut diundangkan pada 25 Oktober 2021.

Deputi Pencegahan PPATK Muhammad Sigit mengatakan, PP 109/2021 pada intinya mengatur PNBP pada PPATK. Ada 3 jenis PNBP yang diatur yaitu untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) tingkat lanjutan.

Lalu, pemanfaatan sarana dan prasarana, serta terkait keterlambatan penyampaian laporan ke PPATK. “Yang ke-3 ini khusus untuk pihak pelapor yang Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) yang permanen belum ditetapkan,” ujar Sigit kepada Kontan, Selasa (2/11).

Sigit menerangkan, saat ini Pihak Pelapor yang belum ada LPP permanen diantaranya Agen Properti, Agen Kendaraan Bermotor, Advokat, dan Perencana Keuangan. Juga Pedagang Logam Mulia/Emas/Permata serta Pedagang Barang Antik.

Baca Juga: Tak banyak yang tahu, semua kendaraan bakal ditempel stiker hologram

Sigit mengatakan, dari sejumlah Pihak Pelapor yang dilakukan Audit Kepatuhan, ada yang sudah patuh walaupun masih cukup yang belum patuh.

Solusi yang perlu dilakukan ke depan adalah sosialisasi lebih masif agar pengetahuan Pihak Pelapor meningkat tentang kewajiban mereka sebagaimana diatur pada UU nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.

Sebab, UU tersebut menggunakan pendekatan yang diatur oleh Financial Action Task Force (FATF), yakni pendekatan berbasis risiko. “Harapan utama dengan keluarnya PP tersebut, tingkat kepatuhan Pihak Pelapor semakin meningkat,” ucap Sigit.

Sebagai informasi, berdasarkan PP 109/2021, denda administratif atas pelanggaran kewajiban pelaporan ke PPATK oleh pihak pelapor yakni keterlambatan 1 hari sampai 40 hari dengan tarif Rp 25.000 per hari per laporan, keterlambatan lebih dari 40 hari dengan tarif Rp 1 juta per laporan, akumulasi denda keterlambatan dengan tarif Rp 100 juta per entitas pelapor per tahun.

Baca Juga: Kemnaker tindaklanjuti perluasan cakupan bagi penerima BSU

Seperti diketahui, penyedia jasa keuangan yang merupakan pihak pelapor wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi transaksi Keuangan Mencurigakan, transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp 500 juta atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja dan/atau transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.

Sementara itu, Penyedia barang dan/atau jasa lain, wajib menyampaikan laporan Transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp 500 juta kepada PPATK.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×