Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus berpendapat, kebijakan pemberian subsidi untuk minyak goreng curah melalui skema BPDPKS sangat rentan terhadap penyimpangan dalam bentuk migrasi konsumen, penimbunan dan penyeludupan serta pengalihan minyak goreng curah ke industri dan ke luar negeri.
Demikian pula kebijakan menaikkan pungutan ekspor (levy). Bagi Deddy, hal ini tidak akan efektif jika disparitas harga pasar internasional dengan domestik masih cukup lebar.
Menurutnya, untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng sebenarnya tidak terlalu sulit. Sebab fundamentalnya adalah memastikan adanya pasokan bahan baku yang cukup dan rantai pasok/sistem distribusinya tidak bocor.
“Masalah fundamental tersebut hanya bisa diatasi jika ada pengaturan tata niaga yang baik, adil dan transparan serta pengawasan, penegakan hukum yang konsisten dan efektif,” kata Deddy dalam siaran pers, Jumat (25/3).
Baca Juga: IKKAPI Menilai Pemerintah Gagal Lakukan Stabilisasi Harga Minyak Goreng
Menurut Deddy, sebaiknya pemerintah mencabut Permen Menperin N0.8/2022 karena selain tidak sejalan dengan UU, juga tidak melibatkan pihak-pihak lain yang seharusnya ikut berperan dari hulu ke hilir.
“Saya mengusulkan agar diubah menjadi Satgas Minyak Goreng atau SKB yang melibatkan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Keuangan, POLRI dan Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy.
Deddy berpendapat, tanpa pengawasan yang ketat dari hulu terkait pasokan bahan baku, distribusi produksi, pengendalian harga dan penegakan hukum yang tegas maka kebijakan apapun tidak akan mampu mengatasi kelangkaan dan harga yang mahal.
Deddy juga mengingatkan, Pemerintah tidak boleh melepaskan harga minyak goreng sepenuhnya kepada mekanisme pasar semata atau hanya mengatur minyak curah. Akan tetapi juga harus mengendalikan harga minyak goreng kemasan agar sesuai ke-ekonomian.
Baca Juga: BI Proyeksikan Konsumsi Rumah Tangga pada 2022 Tumbuh Hingga 5,2%
Harga keekonomian berarti mempertimbangkan harga bahan baku, harga pokok produksi, biaya distribusi dan keuntungan yang wajar dengan kondisi makro ekonomi dan kemampuan daya beli masyarakat. “Itulah filosofi UU tentang perdagangan dan itu juga arti kehadiran negara,” ucap Deddy.#
Dihubungi secara terpisah, Anggota Komisi VI DPR Amin Ak mendukung langkah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan kasus dugaan manipulasi ekspor CPO ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Seharusnya ini dijadikan momentum untuk menegakkan wibawa pemerintah sekaligus membenahi tata niaga minyak goreng dengan memutus lingkaran kekuasaan mafia.
Menurut Amin, temuan adanya dugaan permainan ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) yang dilakukan sejumlah mafia, semakin menunjukkan pentingnya penggunaan hak angket yang diikuti pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket minyak goreng di DPR. Negara tidak boleh kalah melawan mafia yang jelas-jelas mengabaikan aturan hukum dan menyengsarakan rakyat banyak.
“Kita menginginkan masalah ini tuntas dan tidak terjadi lagi di kemudian hari, untuk kebutuhan pokok apapun. Karena itu harus ada solusi yang komprehensif dan mencakup berbagai aspek, baik aspek produksi, tata niaga, hingga aspek hukum. Dan itu mekanismenya lewat Pansus hak angket,” beber Amin.