Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Nusron Wahid, Agus Gumiwang dan Poempida Hidayatullah, tiga orang mantan kader Partai Golkar akan menggugat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Aburizal Bakrie, atau yang akrab dipanggil Ical atau ARB, sebesar Rp 1 Triliun.
Nusron dalam jumpa persnya di Restoran Sari Kuring, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/8), menyebutkan bahwa pihaknya akan menggugat Ical dengan tuduhan telah melakukan kebohongan publik, pencemaran nama baik dan perbuatan melawan hukum.
"Kalau kita menang, uangnya tidak akan kita bawa pulang. Kita akan sumbangkan ke Lapindo, dan sisanya akan kita berikan untuk merealisasikan janji pak ARB di Munas Riau," katanya.
Lapindo yang ia maksud adalah kasus di Sidoarjo, Jawa Timur, di mana salah satu perusahaan gas milik Ical telah menyebabkan sejumlah kampung terendam lumpur. Sedangkan janji Ical di Musyawarah Nasional (Munas) di Riau 2009 lalu, adalah membangun kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Kebohongan publik yang ia maksud adalah pernyataan Sekjen DPP Partai Golkar, Idrus Marham, yang menyebut pemecatan terhadap mereka bertiga pada 24 Juni lalu, sudah didahului dengan surat peringatan. Padahal tak sekalipun mereka diundang untuk melakukan klarifikasi, dan diberi peringatan.
Sedangkan pencemaran nama baik yang dimaksud adalah tudingan melanggar kebijakan partai yang menginstruksikan kader untuk mendukung Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Nusron menyebut mereka bertiga memilih untuk mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK), karena JK adalah mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar. Sedangkan baik Prabowo mau pun Hatta bukan lah kader Partai Golkar.
Saat ditanya kapan mereka akan mendaftarkan gugatan tersebut ke Pengadilan Negeri, Nusron mengatakan pihaknya masih membicarakan hal itu dengan tim kuasa hukumnya.
Selain itu ia juga berencana menggugat surat rekomendasi DPP Partai Golkar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengkandaskan langkah dirinya dan Agus untuk dilantik pada Oktober mendatang sebagai anggota DPR, ke Pengadilan Negri Tata Usaha Negara (PTUN). (Nurmulia Rekso Purnomo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News