Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
JAKARTA. Pemerintah putuskan nasib pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada 3 Juli mendatang dalam pertemuan dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA). Rencananya keduanya akan membicarakan masalah nilai buku yang belum disepakati.
Namun Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan bahwa pemerintah tetap berencana mengambil alih Inalum pada Oktober 2013. "Nantinya 100% Inalum milik Indonesia," tegasnya di Jakarta, Senin (24/6). Setelah pertemuan dengan NAA, Hatta akan kembali menggelar rapat koordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga negara pada 5 Juli.
Lebih lanjut Menteri Perindustrian MS Hidayat bilang Inalum akan menjadi perusahaan pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tapi tidak akan diambil oleh perusahaan BUMN yang saat ini sudah ada. "Tidak akan diambil Antam, tapi langsung pemerintah," jelasnya.
Pengambilalihan ini juga dilakukan untuk meningkatkan industri hilir di Indonesia. Hatta pun berniat mengembangkan wilayah Asahan menjadi industri berbasis bauksit. Sehingga bauksit yang dikelola BUMN dapat membangun smelter dan meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan Inalum.
Selama ini 60% produk Inalum yang berupa alumunium batangan di ekspor ke Jepang. Sedangkan sisanya dibagi ke Indonesia dan juga negara lainnya. Padahal kebutuhan alumunium batangan di Indonesia juga besar, tak heran jika impor produk ini cukup besar. Padahal pabrik Inalum di Asahan ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara yang mampu mengolah biji bauksit menjadi alumunium batangan.
Pemerintah telah menyiapkan dana mencapai Rp 7 triliun untuk memuluskan rencananya memiliki Inalum. Dana tersebut sudah dianggarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp 2 triliun dan Rp 5 triliun.
Sebagai catatan, saat ini Indonesia hanya memiliki 41,13% saham PT Inalum, sisanya adalah miliki Jepang yang dikelola konsorsium NAA. Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang. Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerja sama pengelolaan PT Inalum berakhir 31 Oktober 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News