Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah sepakat untuk menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah akan mengkaji ulang besaran tarif iuran tersebut.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, adanya kenaikan iuran BPJS tersebut hal yang wajar.
Baca Juga: Kemenkeu minta BPJS Kesehatan tuntaskan romendasi BPKP
Menurutnya, untuk menyelamatkan BPJS dari defisit keuangan saat ini ada dua langkah yang bisa diambil, yakni menaikkan tarif atau negara kembali menambah subsidi.
Meski begitu, Tulus mengingatkan masih ada risiko yang akan muncul bila iuran BPJS dinaikkan. Menurutnya, tunggakan peserta mandiri bisa lebih tinggi dibandingkan saat ini.
Apalagi, dia berpendapat kenaikan iuran BPJS ini risikonya dialami oleh peserta mandiri, karena peserta lain atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) ditanggung oleh negara sementara Pekerja Penerima Upah (PPU) ditanggung oleh perusahaan.
Baca Juga: YLKI sebut penonaktifan 5,22 juta peserta PBI jaminan kesehatan terburu-buru
"Saya khawatir dengan kenaikan iuran itu akan mempertinggi tunggakan. Presentase tunggakan akan semakin tinggi. Saat ini saja presentase tunggakan mandiri itu 54%," ujar Tulus, Rabu (31/7).
Lebih lanjut Tulus mengatakan saat ini BPJS Kesehatan memang peserta BPJS Kesehatan mengeluarkan iuran yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Iuran tersebut pun masih jauh dari standar.
Tulus pun tak menyebutkan berapa besar iuran BPJS Kesehatan yang ideal. Namun, menurutnya iuran BPJS Kesehatan masih harus memperhitungkan inflasi dan berbagai faktor lainnya.
Baca Juga: BPJS Kesehatan: Fraud Bukan Penyebab Utama Defisit
"Jadi per 2 tahun itu berbeda-beda, tergantung negara ini bagaimana menanggulanginya. Apakah semua akan dibebankan ke pasien atau disubsidi oleh negara lewat subsidi yang lain, misalnya lewat cukai rokok," kata Tulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News