kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Survei KPAI: 78% Siswa menginginkan pembelajaran tatap muka


Senin, 04 Januari 2021 / 06:21 WIB
Survei KPAI: 78% Siswa menginginkan pembelajaran tatap muka


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut dari hasil survei pada 11-18 Desember 2020 lalu, ada 78% siswa menginginkan pembelajaran tatap muka. Alasan siswa menginginkan sekolah tatap muka 57% lantaran kesulitan dengan beberapa materi pelajaran dan pratikum yang tidak memungkinkan diberikan secara daring.

Survei dilakukan pada 62.448 responden siswa yang berada di 34 provinsi. Dengan proporsi siswa SD mencapai 25.476 anak atau 40,18%, siswa SMP sejumlah 28.132 anak atau 46%. Siswa SMA yang berpartisipasi hanya 3.707 orang atau 5,6%, siswa SMK lebih banyak, yaitu 4.184 orang atau 6,7%, sedangkan siswa SLB yang mengikuti survei sebanyak 49 anak atau 0,08%. Kemudian sisanya 900 anak berasal dari Madrasah 1,44%.

"Jadi anak ini ingin sekolah tatap muka buat bahas materi sulit dan praktikum. Lalu 25% mengatakan jenuh, sisanya ingin konsultasi dengan guru BK dan ada jumlah kekerasan di rumah 134 anak, kemudian ada rindu dengan teman dan lainnya," kata Retno Listyarti, Komisioner KPAI dan Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) pada diskusi daring FGSI pada Minggu (3/1).

Sedangkan yang siswa yang mengatakan tidak setuju hanya 6.241 siswa atau sekitar 10% dari total responden. Adapun yang menjawab ragu-ragu mencapai 10.078 siswa atau  sekitar 11,83% dari total responden.

Baca Juga: Belajar tatap muka ditunda, Wagub DKI: Kesehatan dan keselamatan warga jadi prioritas

Alasan responden yang menyatakan tidak setuju, yakni sebanyak 40% responden mengaku khawatir tertular covid-19, 34% responden menilai angka kasus covid masih tinggi, 3% responden menyatakan bahwa sekolah belum memiliki  infrastruktur adaptasi kebiasaan baru, sisanya belum ada sosialisasi dari sekolah dan sanitasi sekolah dinilai masih buruk.

Retno menjabarkan, siswa yang ingin pembelajaran tatap muka mengungkapkan keinginannya untuk sekolah tatap muka hanya satu hari atau dua hari dalam seminggu. Artinya tiga atau empat harinya tetap pembelajaran jarak jauh.

"Yang usul ada tatap muka lebih dari jenjang yang tinggi misal kelas 6 SD, kelas 9 SMP, kelas 12 SMA SMK. Siswa SMK bilang lama ngga pegang alat atau ke bengkel ini buat sekolah vokasi ya," kata Retno.

Baca Juga: Masuk semester genap, sekolah di DKI Jakarta masih terapkan belajar dari rumah

Meski demikian, Retno menambahkan pihaknya mengapresiasi pemerintah daerah (pemda) yang memutuskan memperpanjang pembelajaran jarak jauh (daring), lantaran alasan kesehatan dan keselamatan siswa dan pendidik di tengah pandemi jadi prioritas.

"Kami sepakat tunda setelah adanya liburan pilkada dan lainnya, memang betul untuk belum buka sekolah tatap muka adalah tepat. Ke depan mungkin misal 2 hari tatap muka tiga hari PJJ, maka perlu persiapan dan dana, serta 5 siap siap daerah, siap sekolah, siap guru, siap orang tua dan siap siswa," ujar Retno.

Namun Retno tetap menyarankan adanya persiapan dari pemda terkait sekolah tatap muka yang kemungkinan dilaksanakan ke depan. KPAI juga mendorong pemenuhan infrastruktur dan SOP adaptasi protokol kesebatan yang didukung pemda dan pemerintah pusat bagi sekolah tatap muka.

"Dari 48 sekolah di 21 kabupaten/kota pada delapan provinsi sekolah yang siap hanya 16%. Kami minta ada pemetaan mana sekolah siap dan tidak. Dan yang sudah siap dicek betul yang belum siap supaya didampingi," imbuh dia.

Baca Juga: Referensi SNMPTN tahun depan, 10 perguruan tinggi terbaik di Indonesia 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×