kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45916,64   -18,87   -2.02%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Solar kritis, kegiatan dagang merosot


Sabtu, 27 April 2013 / 11:09 WIB
Solar kritis, kegiatan dagang merosot
ILUSTRASI. Inilah yang termurah di serinya, harga sepeda balap Polygon Strattos S2 terkini


Reporter: Dyah Megasari |

JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih ragu menaikkan harga solar bersubsidi. Namun, sopir truk yang biasa melintasi jalur pantura mengupayakan BBM bersubsidi dengan berbagai cara, termasuk menyogok petugas SPBU dan membekali dengan jeriken.

Persediaan bahan bakar jenis solar di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)—dari Gresik, Jawa Timur, sampai Brebes, Jawa Tengah— masih tersendat. Kondisi solar yang langka ini membuat aktivitas perdagangan di sejumlah pasar berkurang. Biaya distribusi pun meningkat.

Berdasarkan pengamatan Kompas mulai dari Gresik hingga Brebes, Kamis (25/4/2013) hingga Jumat, sejumlah SPBU memasang pengumuman solar habis, atau solar dalam perjalanan, atau hanya tersedia Pertamina Dex.

Kalaupun di SPBU ada solar, volume pengisian dibatasi maksimal 50 liter atau dengan nilai pembelian Rp 100.000-Rp 250.000. Namun, kalau ingin solar lebih dari batasan, sopir truk harus memberikan tip Rp 10.000 kepada petugas SPBU.

”Saya minta dipenuhi tadi, saya beri tambahan sepuluh ribu rupiah,” kata Agus Winaryo, pengemudi dari PT Varia Usaha.

Belum lancarnya pasokan solar di jalur pantura membuat sejumlah sopir meliburkan diri atau memasukkan truk ke garasi perusahaan. ”Kami tunggu kondisi normal daripada malah terhenti di jalan karena tidak kebagian solar,” kata Choiri, warga Gresik, sopir PT Baja Menara Inti yang berpusat di Margomulyo Indah, Surabaya.

Armada truk yang beroperasi tidak jarang harus antre dan menunggu di SPBU. Sejumlah pengendara juga menyiasatinya dengan membawa jeriken. Selain antre truk, mereka juga antre jeriken. Mereka membawa dua sampai lima jeriken, masing-masing berukuran 20 liter. Langkah itu untuk mengantisipasi jika di SPBU tidak mendapatkan solar.

Pemerintah Kabupaten Kebumen melarang semua pengelola SPBU di wilayah tersebut menjual solar bersubsidi kepada pedagang eceran. Pembelian diprioritaskan untuk kebutuhan sektor produksi, seperti transportasi, perikanan, dan pertanian.

Di Banyuwangi, Jawa Timur, antrean pembelian solar bersubsidi di sejumlah SPBU mulai berkurang pada hari Jumat karena Pertamina menambah pasokan solar. Pasokan yang dua pekan lalu dibatasi 16 kiloliter, dua hari terakhir ini naik menjadi 24 kiloliter. Hari Jumat kemarin, pasokan ditambah menjadi 36 kiloliter.

Perdagangan terganggu

Kelangkaan dan pembatasan solar berdampak pada keterlambatan pengiriman barang dan berkurangnya distribusi semen.

Direktur Operasional PT Varia Usaha Mufti Arimurti menyebutkan, armada yang beroperasi turun dari 12 rit per bulan menjadi 6 rit per bulan. Dari sisi bisnis, ini merugikan dan sudah dirasakan sejak Februari. ”Dipaksakan memakai Pertamina Dex akan merugi Rp 1,4 miliar,” kata Mufti.

Kegiatan perdagangan di pasar tradisional pun menurun akibat kelangkaan solar, seperti terlihat di Pasar Legi, Solo. Jumlah pembeli menurun, sedangkan harga sejumlah komoditas naik.

”Pasar sepi pembeli. Mereka kesulitan belanja ke pasar karena angkutan umum sulit. Pembeli yang biasanya membawa sayuran dengan bus atau angkutan umum, sebagian membawanya dengan sepeda motor sehingga harus mengurangi pembelian. Kalau biasanya belanja sayur 2 kuintal, sekarang 50 kg supaya bisa dibawa dengan sepeda motor,” kata Wakinem (38), pedagang sayur-mayur.

Pelanggan Wakinem berasal dari sejumlah daerah, seperti Solo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Pacitan. Menurut dia, sejak solar langka, jumlah pembelinya berkurang hampir separuh. Ia pun tidak berani berjualan terlalu banyak. Jika biasanya ia menyetok 2 kuintal untuk setiap jenis sayuran, kini hanya seperempat hingga separuhnya saja.

Tak diterapkan

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, dalam waktu tidak lama lagi, pemerintah akan mengambil keputusan mengenai langkah pengurangan subsidi BBM. Jika memiliki risiko besar, sistem dua harga tidak akan dipilih.

”Tadi dilaporkan apakah memungkinkan secara teknis diberlakukan sistem dua harga. Kalau memang tidak memungkinkan dan risikonya terlalu besar tentu tidak mungkin pemerintah memilihnya,” kata Presiden di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat.

Hal tersebut disampaikan Yudhoyono dalam jumpa pers seusai memimpin rapat di Bandara Halim Perdanakusuma. Rapat diikuti Wakil Presiden Boediono, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.

Menurut Yudhoyono, opsi dua harga muncul dilatarbelakangi pemikiran bahwa subsidi kepada golongan masyarakat mampu harus dikurangi. ”Adapun untuk kelompok masyarakat yang tidak mampu, (subsidinya) sementara dipertahankan sampai suatu saat daya belinya meningkat,” ucapnya.

Ia mengungkapkan, jika pada akhirnya pemerintah menerapkan sistem satu harga, rakyat miskin akan mendapatkan proteksi sosial. ”Manakala harga itu berlaku bagi semua, rakyat miskin dan tidak mampu wajib dapat bantuan, wajib mendapatkan proteksi sosial,” katanya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana, di Jakarta, menyatakan, saat ini pemerintah menyiapkan detail implementasi kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi khusus mobil pribadi. Ini untuk meminimalisasikan permasalahan yang mungkin terjadi di lapangan. (WHY/AHA/GRE/WIE/EKI/EVY/ATO/LAS/ACI/ILO/ABK/RIZ/NIT/JOS/Kompas Cetak/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×