kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Soal kasus Kempinski, ini kata Grand Indonesia


Minggu, 28 Februari 2016 / 17:43 WIB
Soal kasus Kempinski, ini kata Grand Indonesia


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. PT Grand Indonesia menampik temuan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyatakan bila perusahaan telah melanggar BOT (build operate transfer) pembangunan yang diteken antara PT Grand Indonesia dengan PT Hotel Indonesia Natour (PT HIN).

Dinia Widodo, Asisten Public Relation Manager PT Grand Indonesia mengaku bila perusahaan tidak melanggar perjanjian terkait BOT. "Kami telah menjalankan apa yang ada di perjanjian BOT," katanya pada KONTAN melalui pesan singkat, Minggu (28/2).

Sayangnya, Dinia enggan berkomentar lebih lanjut terkait adanya temuan pelanggaran perpanjangan kontrak.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku bila perkara dugaan korupsi pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski mulai terang benderang. Pasalnya, saat ini Kejagung telah menaikkan status perkara ke penyidikan. Meski begitu, sampai sekarang Kejagung belum juga menetapkan tersangka untuk perkara ini.

HM Prasetyo mengaku sampai sekarang, Kejagung telah memanggil empat orang untuk dimintai keterangan, salah satunya Direktur Utama PT HIN Iswandi Said.

Sekadar informasi, Kejagung mulai menyelidiki perkara ini lantaran adanya pengaduan masyarakat. Penyelidikan perkara ini terbilang singkat karena, Kejagung hanya membutuhkan waktu sekitar 15 hari untuk melakukan penyelidikan.

Sebelumnya, Michael Umbas, Komisaris PT HIN mengaku bila bukti dan data perkara ini sudah jelas dan banyak, sehingga Kejagung bisa segera menetapkan tersangka.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah menjelaskan, awal mula perkara ini adalah adanya pembangunan dua tower yaitu Menara BCA dan Apartemen Kempinski di luar perjanjian.

Dalam kontrak BOT yang ditandatangani 13 Mei 2004 lalu, hanya ada empat bangunan yang dibangun di atas tanah negara yang diterbitkan atas nama PT Grand Indonesia yaitu Hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan fasilitas parkir.

Selain itu, ada permasalahan perpanjangan kontrak kerjasama. Awalnya, kontrak kerjasama hanya berlangsung selama 30 tahun dimulai dari 2004.

Tapi pada 2010, kontrak kembali diperpanjang 20 tahun sehingga total kerjasamanya 50 tahun. Serta permasalahan pengalihan kontrak dari PT Citra Karya Bumi indah kepada PT Grand Indonesia.

Masalahnya, sertifikat HGB diagunkan oleh PT Grand Indonesia kepada bank untuk memperoleh kredit. Dengan adanya permasalahan tersebut diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,2 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×