kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sisa jabatan Jokowi-JK, daya beli jangan terusik


Selasa, 17 Oktober 2017 / 21:21 WIB
Sisa jabatan Jokowi-JK, daya beli jangan terusik


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah tiga tahun berjalan. Selama tiga tahun ini, pemerintah merasa telah banyak membangun infrastruktur, mengendalikan harga pangan dan ketersediaannya, dan membuat penyaluran bantuan sosial lebih baik atau tepat sasaran.

Sebagai langkah di sisa waktu yang ada,  Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, satu hal yang perlu dijaga hingga masa jabatan selesai adalah daya beli masyarakat. Caranya dengan dengan tidak menaikkan lagi administered prices seperti TDL atau harga BBM (bahan bakar minyak).

“Daya beli masyarakat yang terjaga atau meningkat bisa membantu mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan konsumsi masyarakat,” kata Eric kepada KONTAN, Selasa (17/10).

Supaya administered prices terjaga, Menurut Eric, APBN harus lebih realistis dalam target, terutama penerimaan. APBN juga perlu untuk lebih seimbang.

Selain itu, segera kucurkan dana desa atau program-program sejenis yang bisa tambah income masyarakat dalam jangka pendek.

Menurut Eric, persoalan daya beli ini rentan pada kelompok kelas menengah yang menerima gaji atau income tetap. Pasalnya, mereka sudah terbiasa dengan lifestyle yang butuh spending banyak.

“Kalau harga-harga barang yang berkaitan dengan lifestyle mereka naik lebih besar daripada kenaikan income, daya beli mereka cepat tergerus,” ujarnya.

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro mengatakan, selain menjaga daya beli, pemerintahan Jokowi di sisa waktu ini hanya perlu melanjutkan apa yang sudah dilakukan dengan fokus ke program yang sudah stabil. Namun demikian, ada pula yang perlu diperhatikan yaitu program jangka menengah panjang.

“Jangka menengah panjang ada faktor struktural atau fundamental yang harus didorong, misalnya pembangunan pendidikan dan kesehatan karena Indonesia akan diberkahi dengan bonus demografi. Kesempatan lapangan kerja harus ada. Ini yang suka dilupakan bahwa infrastruktur bukan hanya fisik,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×