kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Presiden tak mau teken UU MD3, DPR segera gelar rapim


Kamis, 22 Februari 2018 / 13:49 WIB
Presiden tak mau teken UU MD3, DPR segera gelar rapim
ILUSTRASI. Pimpinan DPR


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdebatan terkait UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) masih berlanjut. Perkembangan terakhir, Presdien Joko Widodo enggan menandatangani UU tersebut meski draf UU sudah berada di mejanya.

Menanggapi hal itu, pihak parlemen tidak tinggal diam. Bahkan, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan akan segera menggelar rapat pimpinan DPR untuk menindaklanjuti sikap Presiden Jokowi.

"Nanti pimpinan DPR akan melakukan rapat pimpinan bagaimana sikap dari pemerintah. Yang terpenting bagi DPR adalah revisi UU MD3 telah terlaksana sesuai dengan prosedur. DPR pun akan memberi kesempatan kepada Jokowi jika ingin melakukan pendalaman kembali,” tutur Taufik, Kamis (22/2).

Pimpinan Dewan dari Fraksi PAN ini menjelaskan, dalam proses pembahasan revisi UU MD3, semuanya sudah melalui prosedur pembicaraan tingkat 1, tingkat 2 di sidang paripurna. Tapi, seandainya Presiden dalam posisi terakhir belum langsung setuju atau masih perlu pendalaman, DPR akan memberi kesempatan. “Kami serahkan kepada Presiden," tuturnya.

Lanjut Taufik, kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya, yakni saat Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Saat itu, Presiden juga enggan menandatangani usulan tersebut meskipun telah disahkan.

“Ya itu kan hal biasa, misalnya UP2DP tim asimilasi dapil sudah diketok di sidang paripurna, tapi Presiden enggak setuju. Ya itu menjadi salah satu bagian dari dinamika," ungkap Taufik.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menuturkan, Jokowi menaruh perhatian besar terhadap UU MD3, terutama pada pasal imunitas DPR. Yasonna mengatakan, Presiden tak akan menandatangani UU tersebut.

"Presiden cukup kaget juga (mengenai pasal imunitas dan pemanggilan paksa). Makanya saya jelaskan, masih menganalisis ini. Dari apa yang disampaikan, belum menandatangani dan kemungkinan tidak menandatangani," kata Yasonna usai menemui Presiden Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan.

Jokowi menegaskan, alasan tidak mau menandatangani UU tersebut, lantaran tidak ingin terjadi adanya penurunan kualitas dalam demokrasi. “Saya kira kita semuanya tidak ingin ada penurunan kualitas demokrasi kita,” ucapnya, Rabu.

Terlebih Jokowi menegaskan, meski dirinya tidak menandatangani draf UU tersebut, UU ini tetap akan berlaku. Lalu terkait alternatif menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Presiden Jokowi mengaku masih belum memutuskan. “Saya kira tidak sampai ke sana, yang tidak setuju silakan berbondong-bondong ke MK untuk judicial review,” katanya.

Sebagai gambaran, terdapat tiga pasal dalam UU MD3 yang dianggap sangat kontroversial. Pertama, Pasal 73 tentang pemanggilan paksa, di mana saat ini DPR berhak memanggil paksa setiap orang yang mangkir tiga kali berturut-berturut dari panggilan anggota dewan. Bahkan lewat pasal ini, polisi pun bisa dilibatkan untuk menyandera selama 30 hari selama menjalankan panggilan paksa yang diamanatkan parlemen.

Kedua, Pasal 122 yang menyatakan MKD kini bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Ketiga, Pasal 245 terkait hak imunitas anggota dewan yang diperkuat. Sebab, saat ini setiap aparat penegak hukum yang berniat memeriksa anggita dewan dalam kasus tindak pidana harus mendapat izin presiden dan atas pertimbangan MKD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×