kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Praperadilan korupsi heli AW 101 bakal ganggu TNI


Jumat, 27 Oktober 2017 / 18:34 WIB
Praperadilan korupsi heli AW 101 bakal ganggu TNI


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praperadilan yang diajukan oleh Irfan Kurnia Saleh terhadap KPK dalam kasus korupsi helikopter AW-101 dinilai bakal mengganggu penyidikan yang dilakukan oleh Polisi Militer (POM) TNI. Meski begitu, KPK mengklaim sudah berkoordinasi agar proses yang dilakukan penyidik TNI tetap lancar.

"KPK telah melalukan koordinasi dengan para penyidik POM TNI pada hari Kamis (26/10) untuk menghadapi praperadilan yang diajukan oleh tersangka IKS (Irfan)," ujar Kabiro Hunas KPK Febri Diansyah, Jumat (27/10).

Hal ini terjadi karena Irfan juga mempersoalkan mekanisme koneksitas. Dalam KUHAP, UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, serta Memorandum of Understanding (MoU) KPK-TNI yang ditandatangani tahun 2005 dan diperbaharui 2012 lalu, pembentukan tim koneksitas sangat dimungkinkan jika terdapat perkara korupsi yang diduga dilakukan bersama-sama pihak yang tunduk dengan peradilan militer.

"Meskipun praperadilan diajukan pada KPK, namun konsekuensi dari persidangan ini dapat berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan oleh POM TNI. Karena salah satu aspek yang dipersoalkan adalah mekanisme koneksitas dalam penanganan perkara yang diduga melibatkan sipil dan militer," tambah Febri.

Padahal mengacu pada keterangan Panglima TNI saat melakukan konferensi pers di KPK, kerjasama dalam penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan Heli AW 101 ini merupakan salah satu konsern dari Panglima TNI sebagai bagian dari komitmen pemberantasan korupsi di TNI. Sedangkan KPK dan TNI mengusut kasus ini menggunakan mekanisme khusus Pasal 42 UU tentang KPK

"Koordinasi lebih rinci akan dilakukan minggu depan dalam rangka menghadapi sidang praperadilan yang direncanakan dilakukan Jumat, 3 November 2017 nanti," kata Febri.

Kasus ini melibatkan 5 tersangka yang ditetapkan POM TNI, yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.

Selanjutnya POM TNI menetapkan 2 tersangka yaitu Kolonel Kal FTS dan Marsda SB, sebagai asisten perencana Kepala Staf Angkatan Udara.

Sementara itu daeri unsur sipil, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka pertama dari swasta. Irfan menyetujui pembelian AW (Augusta Westland), dengan nilai Rp 718 miliar. Padahal harga sebenarnya Rp 514 miliar.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×