kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan minim, perusahaan properti banyak digugat perkara niaga


Minggu, 24 Juni 2018 / 19:07 WIB
Pertumbuhan minim, perusahaan properti banyak digugat perkara niaga
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Menimbang PKPU Berulang


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minimnya pertumbuhan industri properti, terutama dari sektor non-MBR( Masyarakat Berpenghasilan Rendah) disebut sebagai penyebab banyaknya pendaftaran perkara niaga kepada perusahaan properti.

"Pertumbuhan di sektor non-MBR memang stagnan, sejak Desember 2017 hanya 6%, bandingkan dengan sektor non-MBR yang bisa mencapai 35%," kata Paulus Totok Lusida, Sekretaris Jenderal Real Estate Indonesia (REI) saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (24/6).

Paulus menjelaskan, untuk hunian vertikal, pengembang harus punya Break Even Point (BEP) hingga 60%. Jika tidak, pembangunan akan tersendat. "Pengembang hunian vertikal minimal harus punya BEP 60%, sehingga kalau hanya laku di bawah itu, memang akan menyulitkan penyerahan," sambungnya.

Dari riset yang dilakukan Kontan.co.id, sepanjang semester I 2018, perusahaan properti memang jadi salah satu sektor yang diminta untuk merestrukturisasi utang-utangnya melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPI) maupun pailit. 

Ada 25 permohonan PKPU, dan dua permohonan pailit yang diajukan kepada perusahaan properti di lima pengadilan niaga di Indonesia: Medan; Jakarta; Semarang; Surabaya; Makassar.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Nien Raffles Siregar dari kantor hukum Siregar Setiawan Manalu mengatakan, meski bukan faktor utama, perkara niaga yang ditujukan kepada perusahaan properti paling diajukan oleh konsumen.

"Paling banyak memang dari konsumen, karena pembangunannya tersendat, definisi utang memang bukan hanya uang, bisa berbentuk barang, termasuk properti yang tidak diserahkan sesuai perjanjian misalnya," jelasnya kepada Kontan.co.id pekan lalu.

Beberapa pengembang yang diseret ke meja hijau misalnya PT Kagum Lokasi Emas, pengembang Apartemen Grand Asia Afrika di Bandung. Kagum yang resmi masuk proses PKPU pada 19 April 2018 lalu, mulanya dimohonkan oleh dua orang pembeli apartemennya lantaran belum menerima serah terima unit yang dijanjikan sejak 2015. Sementara dalam proses PKPU ini, ada 226 kreditur yang terdaftar dengan nilai tagihan mencapai Rp 426 miliar.

Ada pula, PT Kapuk Naga Indah, pengembang kawasan reklamasi DKI ini sempat diajukan pailit oleh dua orang konsumennya pada 9 April 2018. Sayangnya permohonan ini kemudian dicabut tanpa alasan yang jelas. Kedua pemohon justru sempat memuat iklan permohonan maaf atas pengajuan pailit kepada Kapuk Naga pada 2 Mei 2018 di Harian Kompas dan Harian Tempo.

Sementara permohonan yang tak berasal dari konsumen misalnya, terkait megaproyek Meikarta yang digarap anak usaha Lippo Group, PT Mahkota Sentosa Utama. Mahkota dimohonkan untuk merestrukturisasi utang-utangnya melalui jalur PKPU. Bedanya, pemohon tak berasal dari konsumen melainkan vendor yaitu PT Relys Trans Logistics, dan PT Imperia Cipta Kreasi.

Dua perusahaan ini mengajukan upaya PKPU Meikarta belum membayar biaya promosi yang dilakukan oleh Relys dan Imperia sebagai vendor yang mempromosikan Meikarta di pusat perbelanjaan dan kantor yang nilainya mencapai puluhan miliar.

Dua anak usaha Margahayuland Grup yaitu, PT Bintang Milenium Indonesia dan PT Menara Permata Properti juga serupa. Keduanya dimohonkan PKPU oleh Bank CIMB Niaga. Namun dua permohonan ininjuga dicabut, lantaran Margahayuland mengaku telah melakukan restrukturisasi utang di luar pengadilan.

Mengatasi hal ini, Paulus menyatakan REI telah mendorong pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan industri properti. Salah satunya, terwujud dengan rencana relaksasi loan to value (LTV).

"Tak hanya soal relaksasi LTV sebenarnya, ada beberapa langkah yang segera disusun pemerintah. Dan kami berharap sepanjang 2018 sektor properti non-MBR bisa tumbuh hingga 10%," sambungnya.

Sementara secara total, Kontan.co.id mencatat ada 117 permohonan PKPU, dan 46 permohonan pailit yang didaftarkan. Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya, pada 2016 ada 143 permohonan PKPU, dan 67 permohonan pailit. Pada 2017 ada 162 permohonan PKPU, dan 68 permohonan pailit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×