Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menegaskan belum akan menerapkan pajak atas investasi portofolio asing. Bahkan menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, isu soal pengenaan pajak inflow atas dana asing adalah kesalahpahaman.
Perry Warjiyo mengatakan bank sentral belum memiliki rencana menerapkan kebijakan soal pajak inflow. Ada misunderstanding soal pajak inflow. Ini adalah contoh bagaimana suatu negara bisa mempengaruhi arus modal asing untuk keluar dan masuk. "Saya mencontohkan saat itu salah satunya adalah dengan pajak," ujar Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (8/6).
Pajak memang bisa menjadi salah satu upaya mengerem derasnya arus masuk atau keluar dana asing di pasar keuangan Indonesia. Dengan pajak, maka dana asing yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) dari pasar Indonesia harus membayar sejumlah tarif tertentu. Tujuannya menstabilkan pasar keuangan dan nilai tukar rupiah yang belakangan ini sempat melemah.
Perry mencontohnya, agar portofolio asing bisa bertahan lebih lama, maka tarif terhadap investasi portofolio jangka pendek akan lebih tinggi, sementara dalam jangka panjang akan lebih rendah. Namun, "Ini hanya contoh instrumen yang bisa diterapkan, bukan suatu inisiatif atau rencana yang akan dilakukan di Indonesia dalam waktu dekat," terangnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai pernyataan Perry tidak perlu diperdebatkan. Pasalnya, itu hanya contoh dan belum dibicarakan atau di bahas bersama pemerintah. "Kita harus bahas dulu, jangan dikomentari. Dalam situasi tidak tenang, biasanya inisiatif tidak ke arah yang bisa diperdebatkan," ujar Darmin di Gedung DPR RI, Kamis.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemkeu Suahasil Nazara juga mengatakan hal hal serupa. Ia bilang Kementerian Keuangan belum mengetahui soal rencana pengenaan pajak terhadap modal asing sebagaimana sempat dicetuskan BI. "Saya baru dengar. Jadi sejauh ini belum ada pembicaraan soal itu," ucapnya.
Sejak awal tahun 2018, pasar keuangan Indonesia mendapat tekanan hebat. Hal itu terjadi karena modal asing banyak hengkang dari pasar Indonesia, seiring dengan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS). Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, tenor 10 tahun membuat investor memindahkan modalnya dari negara-negara emerging market ke AS.
Akibatnya, nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS hingga 4,5% secara tahun kalender sejak awal tahun hingga 21 Mei 2018.
Untuk mengurangi tekanan itu, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin sebanyak dua kali dalam tempo dua pekan, rupiah berangsur menguat hingga 2% dan kembali ke level Rp 13.800-an per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News