Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Wajib lapor atas transaksi keuangan mencurigakan belum membuahkan hasil. Kewajiban melaporkan ini dikenakan bagi perusahaan penyedia jasa keuangan, penyedia barang jasa, dan profesional.
M Yusuf, Kepala PPATK mengatakan, sampai saat ini belum ada satu profesi, penyedia jasa keuangan atau penyedia barang dan jasa pun yang melaporkan adanya transaksi mencurigakan yang mereka temukan ke lembaganya.
Padahal, kewajiban itu sudah dituangkan dalam PP No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. PP tesebut sudah diteken Presiden Joko Widodo sejak pertengahan tahun 2015 lalu.
"Sudah jalan, tapi memang belum ada yang lapor," katanya.
Pemerintah melalui PP No. 43 Tahun 2015 memberlakukan kewajiban lapor atas transaksi keuangan yang mencurigakan kepada sejumlah pihak. Pertama, penyedia jasa keuangan, seperti; bank, dana pensiun, hingga perusahaan pengiriman uang.
Kedua, penyedia barang atau jasa, seperti; pengembang properti, diler kendaraan bermotor, toko emas dan permata hingga balai lelang. Ketiga, penyedia jasa keuangan lainnya, seperti; modal ventura, koperasi hingga lembaga pembiayaan ekspor.
Keempat, profesional, seperti advokat, notaris, akuntan, hingga perencana keuangan. Kewajiban tersebut dibuat salah satunya untuk mempersempit ruang gerak praktik pencucian uang.
Agus Santoso, Wakil Kepala PPATK kepada KONTAN beberapa waktu lalu mengatakan, pemberian kewajiban tersebut tidak berjalan mulus. Ada keberatan dari sejumlah asosiasi terkait pemberlakuan kewajiban tersebut. Salah satunya datang dari asosiasi pengacara.
Mereka kata Agus, menggugat PP tersebut ke Mahkamah Agung karena merasa aturan tersebut bertentangan dengan kerahasiaan jabatan pengacara. Yusuf mengatakan, gugatan tersebut saat ini sudah ditarik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News