kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ketua Pansus: RUU Ormas mengatur 7 poin penting


Selasa, 25 Juni 2013 / 11:41 WIB
Ketua Pansus: RUU Ormas mengatur 7 poin penting
ILUSTRASI. Genjer, sayuran yang bermanfaat membantu menguatkan tulang.


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) DPR Abdul Malik Haramain, menegaskan bahwa RUU Ormas yang akan disahkan Selasa ini (25/6) akan mengatur tujuh poin penting.

Ketujuh hal itu adalah pengertian dan batasan ruang lingkup Ormas, asas Ormas, kewajiban pendaftaran Ormas, penyimpangan dan penyalahgunaan Ormas, akuntabilitas Ormas, evaluasi terhadap kinerja Ormas asing yang beroperasi di Indonesia, dan mekanisme pemberian sanksi.

Dalam pidatonya di Sidang Paripurna di Gedung DPR, Selasa (25/6), Abdul Malik, menjelaskan ruang lingkup RUU Ormas. Menurut politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut, RUU Ormas yang akan disahkan adalah pengganti UU No 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Definisi ormas yang baru adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan apsirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila. "Dengan demikian, UU baru ini mengatur organisasi berbadan hukum perkumpulan atau yayasan," kata Abdul.

Mengenai asas ormas, Abdul menjelaskan, adalah asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. "Namun asas ini bukan asas tunggal seperti era Orde Baru," kata Abdul.

Terkait mekanisme pendirian ormas, Abdul melanjutkan, hal itu dapat dilakukan oleh tiga orang warga negara atau lebih. Aturan berbeda dikenakan bagi ormas yang berbadan hukum Yayasan.

Sedangkan proses pendaftaran ormas, bagi yang berbadan hukum dinyatakan terdaftar, setelah mendapatkan pengesahan badan hukum. "Untuk ormas yang tidak berbadan hukum, pendaftaran dilakukan dengan pemberian Surat Keterangan Terdaftar (SKT) oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai lingkup ormas yang bersangkutan.

Menyangkut penyimpangan dan penyalahgunaan Ormas, menurut Abdul, hal itu telah diantisipasi dalam RUU Ormas. Caranya, dengan melakukan pengawasan internal dan eksternal terhadap ormas.

Pengawasan internal dilakukan oleh pengawas internal. Sedangkan pengawasan eksternal dapat berupa pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti pemerintah pusat dan daerah.

Untuk akuntabilitas ormas, imbuh Abdul, dalam UU Ormas baru ini dibuka ruang bagi Ormas untuk bekerja sama dengan Ormas lainnya, masyarakat atau swasta. Selain itu, akan dibentuk sistem informasi Ormas untuk meningkatkan pelayanan publik dan tertib administrasi. Sistem informasi ormas ini akan dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Adapun evaluasi kinerja ormas asing, beleid ini akan mengatur perizinan, kewajiban kerja sama dan melibatkan Ormas lokal bagi ormas asing yang didirikan WNA yang beroperasi di Indonesia.

Persyaratan yang lebih jelas dan ketat bagi warga negara asing atau badan hukum asing yang mendirikan yayasan di Indonesia dan clearing house yang dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri.

Terakhir, ketentuan larangan dan sanksi, Abdul mengatakan UU Ormas yang baru ini mengaturnya dengan kerangka pembinaan. Oleh sebab itu, upaya persuasif terlebih dahulu dilakukan sebelum pemberian sanksi.

Sanksi berupa peringatan tertulis, penghentian bantuan, penghentian sementara kegiatan, dan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar atau pencabutan badan hukum.

Adapun, pencabutan badan hukum hanya bisa dilakukan pemerintah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×