kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan Subsidi Gas Murah Boros Anggaran, Ekonom Ingatkan Risiko Defisit APBN


Rabu, 24 April 2024 / 06:16 WIB
Kebijakan Subsidi Gas Murah Boros Anggaran, Ekonom Ingatkan Risiko Defisit APBN
ILUSTRASI. Kebijakan yang ditujukan kepada tujuh sektor industri ini akan semakin memberatkan keuangan negara.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meningkatnya tensi geopolitik global dan risiko fluktuasi nilai tukar berpotensi mengancam perekonomian di seluruh dunia. Sejumlah ekonom mewanti-wanti potensi terjadinya krisis ekonomi jika konflik di Timur Tengah semakin meluas dan berudurasi panjang. 

Dalam situasi ini Indonesia dinilai akan menjadi negara yang terkena dampak cukup besar, mengingat ketergantungan terhadap impor energi dan fluktuasi dollar Amerika Serikat (AS) masih tinggi.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan yang tidak berdampak luas dan bahkan dapat menjadi ancaman bagi sektor industri lainnya. Misalnya, program harga gas murah untuk industri atau dikenal Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Menurutnya, kebijakan yang ditujukan kepada tujuh sektor industri ini akan semakin memberatkan keuangan negara jika dilanjutkan dalam situasi seperti saat ini. "Pemerintah perlu menyeleksi kembali industri-industri yang memang memiliki manfaat terhadap masyarakat banyak untuk dapat menerima HGBT," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (23/4).

Baca Juga: Investasi Migas Naik Tapi Produksi Minyak Turun, Ini Kata Aspermigas dan Pengamat

Ia melanjutkan, penerapan HGBT mengurangi potensi penerimaan negara. Di tengah tekanan tambahan belanja subsidi pemerintah akibat naiknya impor BBM dan pelemahan nilai tukar rupiah, implementasi kebijakan HGBT ini dapat meningkatkan defisit APBN.

Meski begitu, di satu sisi, sektor industri meminta supaya program HGBT dilanjutkan sebagai langkah antisipasi meningkatnya tensi geopolitik global akibat serangan Iran ke Israel. Di sisi lainnya, industri migas juga perlu dipertimbangkan keberlangsungannya sebagaimana industri lainnya.

Josua berpandangan, tensi geopolitik saat ini lebih bersifat temporer sehingga tidak tepat untuk menjadikannya momentum untuk melanjutkan HGBT. "Selain itu, kondisi geopolitik ini pun berpengaruh terhadap seluruh dunia, dengan demikian berbagai industri di dunia lain menghadapi hal yang sama yakni peningkatan biaya energi," tegasnya. 

Baca Juga: Pemerintah Percepat Revisi Perpres 191 Tahun 2014 tentang BBM Bersubsidi

Ia menilai, peningkatan daya saing industri harus dapat didorong ke arah yang lebih fundamental. Misalnya, peningkatan teknologi produksi, efisiensi biaya produksi, penurunan biaya berusaha ataupun penurunan biaya logistik sehingga biaya produksi lebih murah.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lewat akun instagram pribadinya, @smindrawati mengatakan, bahwa sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, menteri ESDM melakukan evaluasi penetapan harga gas murah setiap tahun atau sewaktu-waktu.

Menurutnya, Kementerian Keuangan bertugas memberi pertimbangan dari sisi penyesuaian penerimaan negara. Sebab, kebijakan HGBT didesain tak hanya agar mampu meningkatkan daya saing korporasi dan menguatkan perekonomian, tetapi juga tetap menjaga kesehatan APBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×